MEDIA PENDIDIKAN EKONOMI & POLITIK

Minggu, 07 November 2010

ASAL USUL PENINDASAN PEREMPUAN




Asal-usul Penindasan Perempuan

Perempuan berderajat lebih rendah daripada laki-laki - inilah anggapan umum yang berlaku sekarang ini tentang kedudukan kaum perempuan dalam masyarakat. Anggapan ini tercermin dalam prasangka-prasangka umum, seperti "seorang istri harus melayani suami", "perempuan itu turut ke surga atau ke neraka bersama suaminya", dll. Prasangka-prasangka ini mendapat penguatan dari struktur moral masyarakat yang terwujud dalam peraturan-peraturan agama dan adat. Lagipula, sepanjang ingatan kita, bahkan nenek-moyang kita, keadaannya memang sudah begini.

Tapi anggapan ini adalah anggapan yang keliru. Para ahli antropologi sudah menemukan bahwa keadaannya tidaklah selalu demikian.

Dalam masyarakat Indian Iroquis, misalnya, kedudukan perempuan dan laki-laki benar-benar setara. Bahkan, semua laki-laki dan perempuan dewasa otomatis menjadi anggota dari Dewan Suku, yang berhak memilih dan mencopot ketua suku. Jabatan ketua suku dalam masyarakat Indian Iroquis tidaklah diwariskan, melainkan merupakan penunjukan dari warga suku melalui sebuah pemilihan langsung yang melibatkan semua laki-laki dan perempuan secara setara. Keadaan ini berlangsung sampai jauh ke abad ke 19.

Dalam masyarakat Jermania, ketika mereka masih mengembara di luar perbatasan dengan Romawi, berlaku juga keadaan yang sama. Kaum perempuan mereka memiliki hak dan kewajiban yang setara dengan kaum laki-lakinya. Peran yang mereka ambil dalam pengambilan keputusanpun setara karena setiap perempuan dewasa adalah juga anggota dari Dewan Suku.

Demikian pula yang berlaku di tengah suku-suku Schytia dari Asia Tengah. Di tengah mereka, bahkan perempuan dapat diangkat menjadi prajurit dan pemimpin perang.
Namun jika kita cermati lebih lanjut, masyarakat-masyarakat di mana kedudukan perempuan dan laki-laki benar-benar setara ini adalah masyarakat nomaden, yang mengandalkan perburuan dan pengumpulan bahan makanan sebagai sumber penghidupan utama mereka. Suku-suku Indian Iroquis sudah mulai bertanam jagung, namun masih dalam bentuk sangat sederhana. Demikian pula yang berlaku di tengah masyarakat Jermania dan Schytia. Pertanian, bagi mereka, hanyalah pengisi waktu ketika hewan-hewan buruan mereka sedang menetap di satu tempat. Data-data arkeologi bahkan menunjukkan bahwa pertanian primitif ini hanya dikerjakan oleh kaum perempuan sebagai pengisi waktu senggang, dan tidak dianggap sebagai satu hal yang terlalu penting untuk dapat dikerjakan oleh seluruh suku secara bersama-sama.

Namun, ketika berbagai masyarakat manusia menggeser prikehidupannya ke arah masyarakat pertanian, seluruh struktur masyarakatpun berubah. Termasuk di antaranya hubungan antara laki-laki dan perempuan.

Pertanian dan Bangkitnya Patriarki
Berlawanan dengan pandangan umum tentang bangkitnya masyarakat pertanian, umat manusia tidaklah dengan sukarela memeluk pertanian sebagai cara hidup. Biasanya, orang beranggapan bahwa manusia mulai bertani ketika mereka menemukan daerah-daerah subur yang cocok untuk bertani. Namun, data-data arkeologi dan antropologi menunjukkan bahwa manusia mulai bertani ketika mereka terdesak oleh perubahan kondisi alam, di mana kondisi yang baru tidak lagi memberi mereka kemungkinan untuk bertahan hidup hanya dari berburu dan mengumpul bahan makanan.

Peradaban pertanian yang pertama kali muncul adalah peradaban Sumeria dan Mesir. Keduanya lahir dari terdesaknya suku-suku manusia yang mengembara di dataran padang rumput yang kini dikenal sebagai Afrasia. Padang rumput kuno yang kini sudah musnah ini membentang dari daerah pegunungan Afrika Timur melalui Arabia sampai pegunungan Ural di Asia Tengah. Sekitar 8.000 - 11.000 tahun yang lalu, ketika Jaman Es terakhir telah berakhir, padang rumput ini mengalami ketandusan akibat perubahan iklim. Ketandusan ini berawal dari daerah Arabia dan meluas ke utara dan selatan. Bersamaan dengan mengeringnya padang rumput ini, hewan-hewan buruan akan berpindah mencari tempat yang masih subur. Para pemburu dan pengumpul yang mengikuti hewan buruan ke utara akhirnya bertemu dengan lembah sungai Efrat dan Tigris, sementara yang ke selatan bertemu dengan lembah sungai Nil. Pada masa itu, sebuah lembah sungai merupakan medan yang tak tertembus oleh manusia, contoh modern dari lembah-lembah sungai yang masih perawan seperti ini dapat kita lihat di Papua. Karena terjepit antara dua keadaan yang berbahaya bagi kelangsungan hidup mereka, kelompok-kelompok pemburu dan pengumpul ini akhirnya memutuskan untuk bergerak memasuki lembah-lembah sungai ini dan berusaha menaklukkannya - setidaknya, di lembah-lembah sungai ini masih tersedia air.

Proses penaklukan ini pasti berjalan dengan amat beratnya karena peralatan yang mereka miliki, pada awalnya, hanyalah peralatan untuk berburu. Kini mereka harus menciptakan improvisasi bagi alat-alat mereka supaya dapat digunakan untuk membersihkan lahan. Karena peralatan mereka yang primitif itu, proses pembukaan lahan ini dapat berlangsung beratus tahun lamanya. Sementara jarang ada binatang buruan yang akan mengikuti mereka memasuki lembah-lembah sungai itu. Mereka dihadapkan pada keharusan untuk menemukan sumber makanan lain.
Dan di saat inilah, menurut data arkeologi, kaum perempuan muncul sebagai juru selamat. Mereka menggunakan ketrampilan mereka untuk mengolah biji-bijian menjadi tanaman untuk mendapatkan bahan makanan bagi seluruh komunitas. Apa yang tadinya hanya pengisi waktu senggang kini menjadi sumber penghidupan utama seluruh masyarakat.

Keharusan manusia untuk menemukan cara-cara baru untuk mempertahankan hidupnya membuat perkembangan teknologi berlangsung dengan pesat di tengah masyarakat pertanian, jika dibandingkan dengan perkembangan teknologi dalam masa-masa sebelumnya. Dengan perkembangan teknologi ini, apa yang tadinya hanya dapat dikerjakan bersama-sama (komunal) kini dapat dikerjakan secara sendirian (individual). Proses untuk menghasilkan sumber penghidupan kini berangsur-angsur berubah dari proses komunal menjadi proses individual.

Dan, hal yang paling wajar ketika pekerjaan sudah dilakukan secara individual adalah bahwa hasilnya kemudian menjadi milik individu (perorangan). Pertanian memperkenalkan kepemilikan pribadi pada umat manusia.

Di samping itu, pertanian sesungguhnya menghasilkan lebih banyak daripada berburu dan mengumpul. Tiap kali panen, manusia menghasilkan jauh lebih banyak daripada yang dapat dihabiskannya. Dengan kata lain, pertanian memperkenalkan hasil lebih pada pri-kehidupan manusia.

Namun, hasil lebih ini tidaklah muncul secara kontinyu, melainkan dalam paket-paket. Sekali panen, mereka mendapat hasil banyak, namun hasil itu harus dijaga agar cukup sampai panen berikutnya. Hal ini menumbuhkan keharusan untuk menjaga dan membagi hasil lebih ini. Melalui proses ratusan tahun, kedua keharusan ini menumbuhkan tentara dan birokrasi. Dengan kata lain, pertanian memperkenalkan Negara pada pri-kehidupan manusia.

Sekalipun berlangsung berangsur-angsur selama ratusan tahun, pada satu titik, perubahan-perubahan kecil ini menghasilkan lompatan besar pada pri-kehidupan manusia. Terlebih lagi setelah pertanian diperkenalkan, baik melalui penaklukan atau melalui proses inkulturasi, pada peradaban-peradaban lain di seluruh dunia.
Dan salah satu perubahan penting ini terjadi pada pembagian peran antara laki-laki dan perempuan.

Pertama, pertanian pada awalnya membutuhkan banyak tenaga untuk membuka lahan karena tingkat teknologi yang rendah. Hanya dari proses ekstensifikasi (perluasan lahan)-lah pertambahan hasil dapat diperoleh. Oleh karena itu, proses reproduksi manusia menjadi salah satu proses yang penting untuk mendapatkan sebanyak mungkin tenaga pengolah lahan pertanian. Aktivitas seksual, yang tidak pernah dianggap penting, bahkan dianggap beban, di tengah masyarakat berburu dan mengumpul, kini menjadi satu aktivitas yang penting. Dewi Kesuburan merupakan salah satu dewi terpenting di tengah masyarakat pertanian, bukan hanya berkenaan dengan kesuburan tanah melainkan juga tingkat kesuburan reproduksi perempuan.
Dan sebagai akibat logis dari keadaan ini kaum perempuan semakin tersingkir dari proses produktif di tengah masyarakat. Waktunya semakin lama semakin terserap ke dalam kegiatan-kegiatan reproduktif.

Kedua, teknologi pertanian yang maju semakin pesat ini ternyata malah membuat aktivitas produksi di sektor pertanian menjadi semakin tertutup buat perempuan. Penemuan arkeologi menunjukkan bahwa ditemukannya bajak (luku) telah menggusur kaum perempuan dari lapangan ekonomi. Bajak merupakan alat pertanian yang berat, yang tidak mungkin dikendalikan oleh perempuan. Terlebih lagi bajak biasanya ditarik dengan menggunakan tenaga hewan ternak, di mana pengendalian terhadap ternak memang merupakan wilayah ketrampilan kaum laki-laki. Intrusi (mendesak masuknya) peternakan ke dalam pertanian telah membuat ruang bagi kaum perempuan, yang keahliannya hanya dalam bidang pertanian, semakin tertutup.

Karena perempuan semakin tidak mampu bergiat dalam lapangan produksi, maka iapun semakin tergeser ke pekerjaan-pekerjaan domestik (rumah tangga). Dan ketika perempuan telah semakin terdesak ke lapangan domestik inilah patriarki mulai menampakkan batang hidungnya di muka bumi.


Kepemilikan Pribadi dan Patriarki

Tergesernya kaum perempuan dari lapangan produktif ini terjadi dalam konteks berkembangnya kepemilikan pribadi.
Dengan semakin bergesernya proses produksi menjadi sebuah proses perorangan, maka unit pengaturan masyarakat pun berubah. Jika tadinya unit pengaturan masyarakat yang terkecil adalah suku maka kini muncullah sebuah lembaga baru, yakni keluarga.
Hampir di tiap masyarakat yang terhitung primitif konsep tentang keluarga tidak dikenal. Penelitian arkeologis telah menemukan berbagai bentuk sistem reproduksi masyarakat komunal seperti ini. Seperti nyata di tengah masyarakat Zulu, di Afrika, di mana tiap waktu tertentu diadakan satu upacara di mana kaum perempuan memilih pasangannya untuk jangka waktu sampai upacara berikutnya diadakan. Suku-suku Afrika yang lain, semacam orang-orang Bush, menganut sistem di mana seorang perempuan adalah istri dari semua laki-laki yang ada di suku tersebut, sementara seorang laki-laki adalah suami dari semua perempuan di sukunya. Suku-suku aborigin Australia menganut sistem silang-suku, di mana mereka mengenal suku-saudara.

Seorang perempuan aborigin adalah istri dari semua laki-laki dalam suku-saudara mereka, demikian sebaliknya yang terjadi dengan tiap laki-laki dalam suku tersebut.
Oleh karena pola reproduksi yang komunal semacam ini, garis keturunan seseoang hanya dapat dilihat dari siapa ibunya. Dari sinilah sebab mengapa dalam masyarakat primitif hanya dikenal garis matrilineal. Ini nampak nyata dalam asal-usul kata "gen" atau "genetik" itu sendiri, yang berasal dari kata kuno bangsa Arya gan atau kan yang artinya "kelahiran" atau "kehamilan". Jadi, "keturunan" merupakan satu bentuk yang sangat bernuansa perempuan pada awalnya.
Namun demikian, garis matrilineal ini tidaklah berarti apa-apa selain penentu apakah seseorang dapat digolongkan sebagai "orang kita" atau bukan. Dalam makna yang lebih luas, apakah ia setelah dewasa akan dapat memperoleh tempat dalam Dewan Suku dan ikut mengambil keputusan-keputusan penting. Jadi, pada masa itu tidaklah dikenal Matriarki. Perempuan dan laki-laki benar-benar setara kedudukannya di tengah masyarakat.
Namun, pertanian mengubah semua itu.
Di atas kita telah melihat bahwa peranan perempuan perlahan-lahan tergusur dari lapangan produktif ke lapangan domestik. Pada awalnya ini adalah satu proses yang diterima baik oleh kaum perempuan karena pembagian kerja seperti ini dapat secepatnya meningkatkan hasil yang dapat diperoleh dari lapangan produksi itu sendiri. Dengan sukarela kaum perempuan menyerahkan tempatnya di lapangan produksi demi satu pembagian tugas yang akan meningkatkan hasil produksi setinggi-tingginya.
Yang tidak dapat dilihat oleh kaum perempuan masa itu adalah peranan kepemilikan pribadi dalam menempa sebuah sistem masyarakat.

Dalam hal ini, karena proses produksi telah menjadi sebuah proses perorangan, maka alat-alat produksi juga menjadi milik perorangan. Sistem kepemilikan suku atas alat-alat produksi semakin lama semakin pudar. Dan bersamaan dengan itu, kepemilikan atas hasil produksi juga berubah dari kepemilikan bersama menjadi kepemilikan perorangan.

Dan karena perempuan telah menyerahkan tempat mereka dalam lapangan produksi kepada laki-laki, maka kepemilikan atas alat-alat produksi itu kemudian juga jatuh kepada laki-laki. Dan karena kepemilikan atas alat produksi itu jatuh pada laki-laki, kepemilikan atas hasil produksinya juga jatuh ke tangan laki-laki. Berikutnya, ketika kita bicara tentang bagaimana menjaga dan mengatur pembagian hasil produksi ini, siapakah yang berhak mengambil keputusan? Tentunya, karena merekalah yang bergiat di lapangan produksi, hak inipun jatuh pada laki-laki.
Ketika hak untuk mengambil keputusan dalam masyarakat telah secara eksklusif dipegang oleh kaum laki-laki, bangkitlah patriarki.

Perlahan-lahan, setelah proses ini berlangsung ratusan tahun, orangpun melupakan asal-usul pergeseran ini dan hak waris dari garis laki-laki kemudian terlembagakan. Demikian pula seluruh sistem nilai dalam masyarakat yang semula menjunjung tinggi kesamaan antara laki-laki dan perempuan kini tergeser dan tergantikan oleh sistem nilai di mana laki-laki berkuasa atas perempuan.

Salah satunya nampak dalam sistem kepercayaan, yang merupakan salah satu sistem nilai yang paling tua umurnya dalam sejarah manusia. "Agama-agama" paling kuno, seperti dinamisme atau animisme, sama sekali tidak membagi dewa-dewa mereka sebagai laki-laki atau perempuan. Bagi mereka, masalah jenis kelamin ini sama sekali tidak penting. Agama-agama yang muncul kemudian telah mulai membagi kekuatan-kekuatan supranatural ini menjadi dewa (laki-laki) dan dewi (perempuan). Namun di antara keduanya sama sekali tidak nampak perbedaan kekuasaan yang mencolok. Agama orang-orang Yunani, misalnya, sekalipun menempatkan Zeus (laki-laki) sebagai pemimpin tertinggi, namun ia seringkali tidak dapat menghalangi apa yang dimaui oleh istrinya, Hera. Untuk hampir tiap masalah, selalu ada pasangan dewa dan dewi yang menaunginya, seperti Athena-Aries (perang), Cupid-Venus (cinta), dll. Apollo jelas laki-laki, namun objek yang dinaunginya yakni matahari selalu harus menyerah pada bulan yang dilindungi oleh Artemis ketika malam tiba. Bahkan Apollo dan Artemis adalah kakak-beradik. Baru pada agama-agama monotheis-lah kekuatan supranatural tertinggi dilekatkan pada laki-laki, seperti yang nampak pada anggapan kebanyakan penganut monotheis mengenai apakah Tuhan adalah laki-laki atau perempuan.

Kemungkinan-kemungkinan untuk Pembebasan Perempuan
Di atas kita dapat melihat bahwa penempatan perempuan pada posisi kelas dua dalam masyarakat berawal dari tergesernya peranan kaum perempuan dalam lapangan produksi. Dan, pada gilirannya, tergesernya peran ini adalah akibat dari tingkatan teknologi masa itu yang tidak memungkinkan kaum perempuan untuk memasuki lapangan produksi.
Posisi kelas dua ini diperkukuh oleh sistem kepemilikan pribadi, yang pada gilirannya memunculkan diri dalam berbagai prasangka, sistem nilai dan ideologi yang menegaskan paham keunggulan laki-laki dari perempuan.

Karena ketertindasan perempuan berawal dari sebuah perjalanan sejarah yang objektif maka upaya pembebasan perempuan dari posisi yang ditempatinya sekarang ini harus pula menemukan kondisi objektif yang memungkinkan dilakukannya pembebasan tersebut. Kondisi itu adalah kembalinya kaum perempuan ke lapangan produksi kolektif.
Kondisi ini sesungguhnya telah diwujudkan oleh kapitalisme. Kapitalisme, yang mengandalkan mesin sebagai alat produksinya yang utama, telah memungkinkan kaum perempuan untuk kembali berkarya di bidang produksi kebutuhan masyarakat. Bahkan, sekarang ini, jika kita melihat di kota-kota besar, sudah jarang sekali ada kaum perempuan yang tidak memberikan sumbangan bagi perolehan kebutuhan hidup keluarganya.

Lagipula, kapitalisme telah membuat sistem produksi menjadi semakin lama semakin kolektif. Sepasang sepatu NIKE, misalnya, adalah buah karya ratusan, bahkan ribuan, orang dari berbagai negeri. Hampir tiap barang yang kita pergunakan untuk memenuhi kebutuhan kita sehari-hari merupakan hasil kerja ratusan bahkan ribuan orang. Ini semua adalah pertanda bahwa sistem produksi komunal semakin hari semakin berjaya kembali.

Dapatlah kita lihat bahwa perkembangan kondisi objektif ini telah menghasilkan ruang yang sangat terbuka bagi perempuan. Gerakan emansipasi perempuan telah berkembang bersamaan dengan masuknya perempuan-perempuan ke pabrik-pabrik. Kini perempuan telah berhak turut serta dalam berbagai bidang pekerjaan. Kebanyakan perempuan juga telah bebas untuk memilih jalan hidupnya sendiri, termasuk memilih pasangan hidup.

Namun demikian, kondisi objektif ini tidak dapat berkembang menjadi pembebasan perempuan yang sepenuh-penuhnya karena sistem nilai yang ada di tengah masyarakat masih merupakan sistem nilai yang mendukung adanya peminggiran terhadap peran perempuan.

Kita dapat melihat bahwa pekerja perempuan kebanyakan diupah jauh lebih rendah daripada pekerja laki-laki. Dan ini bukan terjadi di pabrik-pabrik saja. Demikian pula yang terjadi di banyak kantor-kantor, bahkan di kalangan industri perfilman di mana aktris biasanya digaji lebih rendah daripada aktor.
Masih dalam bidang pekerjaan, kita tahu bahwa bidang-bidang tertentu masih diposisikan sebagai "bidangnya perempuan". Seorang sekretaris, misalnya, haruslah cantik dan memiliki bentuk tubuh yang "menarik". Banyak orang masih meremehkan seorang perempuan yang bercita-cita dan berusaha keras untuk, misalnya, menjadi seorang pilot.

Ini berkaitan erat dengan masih dijadikannya perempuan sebagai simbol seksual dalam masyarakat. Penilaian utama terhadap seorang perempuan diletakkan pada apakah ia "cantik", "seksi" atau bentuk-bentuk penilaian fisik lainnya. Sesungguhnya, penilaian inipun sangat bergantung pada masyarakatnya karena apa yang "cantik dan seksi" untuk satu jaman belum tentu demikian untuk jaman lainnya. Dan pada titik ekstrimnya, kita melihat pelacuran sebagai bentuk eksploitasi puncak terhadap perempuan karena di sini bukan saja tenaganya yang dieksploitasi melainkan juga moral dan intelektualitasnya.

Di tengah masyarakat kita telah pula berkembang gerakan anti-emansipasi perempuan. Banyak bentuk yang diambil oleh gerakan ini, namun pada intinya gerakan ini berusaha mengembalikan posisi perempuan menjadi posisi terpinggirkan. Perempuan hendak dikembalikan pada posisi tidak turut dalam pengambilan keputusan, bahkan hendak dibatasi kembali ruang geraknya.

Sebaliknya, banyak pula dari kaum perempuan yang telah lolos dari jerat pembatasan-pembatasan, ternyata justru berbalik ikut membatasi gerak, bahkan turut menindas, kaum perempuan lainnya. Telah banyak pemimpin perempuan di muka bumi ini, tapi berapa banyak dari mereka yang berjuang untuk membebaskan kaum perempuan dari keterpinggiran dan keterbelakangan? Telah banyak pula manajer dan direktur perempuan di dalam perusahaan-perusahaan, tapi berapa banyak dari mereka yang berjuang agar buruh-buruh perempuan di pabriknya mendapatkan seluruh hak mereka sebagai perempuan?

Contoh paling kongkrit kita dapatkan di negeri sendiri. Presiden Megawati adalah seorang perempuan, namun sampai saat ini tidak satupun konvensi PBB yang memberikan perlindungan terhadap perempuan yang diratifikasi oleh Indonesia. Padahal, tindakan meratifikasi konvensi PBB adalah termasuk langkah politik yang moderat. Ia juga telah memotong berbagai subsidi barang-barang kebutuhan hidup. Pemotongan subsidi ini pasti memukul langsung nasib kaum perempuan Indonesia yang sampai saat ini masih terus terbelit dalam kungkungan tembok-tembok domestik.
Di atas telah kita lihat bahwa masih ada satu faktor lagi yang mengukuhkan ketertindasan perempuan: kepemilikan pribadi.

Kepemilikan pribadi tumbuh dari sebuah proses produksi yang perorangan, di mana seluruh barang kebutuhan dihasilkan oleh perorangan. Di bawah kapitalisme halnya tidak lagi demikian. Barang kebutuhan hidup telah dihasilkan secara komunal, secara kolektif. Namun, hasil produksi yang komunal ini masih dikangkangi secara pribadi, secara perorangan.

Dan oleh karena sistem kepemilikan pribadi masih berjaya, maka seluruh sistem nilai yang mendukung kepemilikan pribadi itu akan ikut berjaya pula. Dan kita tahu bahwa sistem nilai yang mendukung kepemilikan pribadi adalah juga sistem nilai yang mendukung peminggiran terhadap kaum perempuan.

Oleh karena itu, perjuangan pembebasan terhadap perempuan tidaklah dapat dilepaskan dari perjuangan untuk mengubah kendali atas proses produksi (dan hasil-hasilnya) dari tangan perorangan (pribadi) ke tangan masyarakat (sosial). Sebaliknya, pengalihan kendali ini tidak akan berhasil jika kaum perempuan belumlah terbebaskan. Tidaklah mungkin membuat satu pengendalian produksi (dan pembagian hasilnya) secara sosial jika kaum perempuan, yang mencakup setidaknya setengah dari jumlah umat manusia, tidaklah terlibat dalam pengendalian itu.

Di sinilah kita dapat menarik satu kesimpulan: perjuangan pembebasan perempuan akan berhasil dengan sempurna jika ia disatukan dengan perjuangan untuk mencapai sosialisme. Dan sebaliknya, perrjuangan untuk sosialisme akan juga berhasil dengan sempurna jika perjuangan ini menempatkan pembebasan perempuan sebagai salah satu tujuan utamanya. Kedua perjuangan ini tidak boleh dipisahkan, atau yang satu didahulukan daripada yang lain. Keduanya harus berjalan bersamaan dan saling mengisi. Hanya dengan demikianlah kaum perempuan akan dapat dikembalikan pada posisi terhormat dalam masyarakat - sejajar dengan laki-laki dalam segala bidang kehidupan: ekonomi, sosial dan politik.







Revolusi Dan Status Perempuan


Kekuassan Soviet dan Status Perempuan Peringatan kekuasaan Soviet yang ke‑dua merupakan kesempatan untuk mengingat kembali opa saja yang telah dilakukan dalam periode ini dan merefleksikan signifikansi dan tujuan‑tujuan revolusi yang telah dilaksanakan.Kaum borjuis dan para pendukungnya menudub kita telah memperkosa demokrasi. Kita, di pihak lain, menegaskan bahwa revolusi Soviet telah memberikan sebuah nuansa yang belum pernah terjadi sebelumnya pada perkembangan demokrasi secara luas dan mendalam, demokrasi, yaitu demokrasi bagi rakyat pekerja yang ditindas oleh kapitalisme, demokrasi untuk seluruh mayoritas rakyat, demokrasi sosialis (bagi rakyat pekerja), yang berbeda dari demokrasi borjuis (untuk kaum penghisap, untuk kaum kapitalis, untuk kaum kaya)Siapa yang benar? Untuk memberikan jawaban yang tepat pada pertanyaan ini dan memperoleh pemahaman yang mendalam atas pertanyaan ini seseorang harus mem­buka kembali pengalaman dua tahun belakangan ini dan melakukan persiapan yang.lebih baik bagi perkembangan yang lebih jauh.Status perempuan akan terlihat jelas dalam perbedaan cara yang pa­ling menyolok diantara demokrasi borjuis dan demokrasi sosialis dan memberikan jawaban yang paling efektif atas pertanyaan yang telah dikemukakan.Di dalam sebuah republik borjuis (yaitu dimana terdapat kepemili­kan pribadi atas tanah, pabrik‑pebrik, saham‑saham, d1l), bahkan dalam republik borjuis yang paling demokratis, perempuan tak pernah memiliki hak‑hak secara penuh yang seimbang dengan kaum laki‑laki, dimanapun di dunis ini, bahkan di sebuah negri yang paling maju sekalipun. Dan ini ­terjadi meskipun bahwa lebih deri 125 tahun telah dilalui sejak Revolu­si (demokratik‑borjuis) Perancis yang besar itu.Dalam kata‑keta demokrasi borjuis memberikan janji‑jenji persamaan den kebebasan, tetapi dalam praktek tak satupun republik borjuis, bahkan yang paling maju sekalipun telah memberikan persamaan perempuan (setengah dari umat menusia) dan laki‑laki di mata hukum, atau membe­baskan Perempuan dari ketergantungan atas penindasan laki‑laki.Demokrasi borjuis merupakan demokrasi tentang ungkapan‑ungkapan yang angkuh, kats‑kata keramat, janji‑janji yang berlebihan dan slogan‑slogan muluk mengenai kebebasan dan persamaan, tetani di dalam praktek semua hal.itu hanya sekedar menjadi selubung dari ketiadaan kebebasan den ketimpangan perempuan, ketiadaan kebebasan dan ketimpangan yang menimpa rakyat pekerja dan rakyat tertindes.Demokrasi sosialis atau Soviet membuang jauh‑jauh semua ungkapan‑ungakapan dan kata-kata yang muluk-muluk tersebut dan menyatakan perang kepada hipokrisi “kaum demokrat“, para pemilik tanah, kaum kapitalis, dan para petani dengan lumbung padinya yang menunjuk kekayaannya dengan menjual kelebihan padi kepada kaum buruh yang sedang kelaparan dengan harga tinggi.Persetan dengan kebohongan palsu ini! Tidak ada "persamaan", yang ada adalah kaum tertindas dan kaum penindas, kaum terhisap dan kaum. penghisap. Tidak ada “kebebasan" yang nyata, yang ada adalah, bahwa telah lama kaum perempuan berada di bawah belenggu hak‑hak istimewa legal yang di miliki oleh kaum laki‑laki, selema itu pula tidak ada kebebasan bagi kaum buruh dari penindasan modal, tidak ada kebebasan bagi pekerja tani dari penindasan kaum kapitalis, tuan tonah dan pedagang.Biarkan para pembohong dan kaum hipokrit, penipu dan si buta, kaum kapitalis dan para pendukungnya, berjuang untuk membodohi rakyat dengan berbicara tentang kebebasan secara umum, tentang persamaan secara umum dan tentang demokrasi secara umum,Kita mengatakan kepada kaum. buruh dan kaum. tani‑‑bongkarlah topeng para pembohong ini, buka matanya dari kebutaan mereka. Tenyakan kepada­ mereka:Adakah persamaan diantara dua jenis kelemin?Bangsa yang mana yang memiliki persamaan itu?Klas yang mana yang memiliki persamaan itu?Kebebasan dari penindasan apa? atau kebebasan dari penindasan klas yang mana? Kebebasan bagi klas yang mana?Mereka yang berbicara tentang politik, demokrasi dan kebebasan, tentang persamaan, tentang sosialisme, tanpa mengemukaken pertanyaan‑pertanyaan ini, tanpa memprioritaskannya, yang tak berjuang membongkarnya, mengulitinya, adalah musuh yang paling buruk dari rakyat pekerja, seri­gala berbulu domba, musuh utama kaum buruh dan kaum tani, antek‑antek tuan tanah, tsar dan. kaum. kapitalis.Dalam kurun waktu selama dua tahun kekuasaan Soviet di salah satu negara yang paling‑ terbelakang di Eropa, perempuan teleh dibebaskan, membuat mereka menjadi jenis kelamin yang mempunyai kekuatan dan persamaan, dari Pada apa yang telah dilakukan selama 130 tahun yang lalu oleh seluruh republik‑republik yang "demokratik", maju, tercerahkan, di seluruh dunis ini.Pendidikan, kebudayaan, peradaban, kebebasan‑‑semua kata‑kata mu­luk ini hidup dan menyertai seluruh repblik‑republik borjuis, kapita­lis di seluruh dunia dengan penuh kebohongan, menjijikkan, hukum‑hukum biadab yang menyebabkan kaum perempuan mengalami ketimpangan dalam Perkawinan dan perceraian, yang menyebabkan anak‑anak lahir di luar pernikahan dan menyebabkan anak‑anak yang lahir secara legal mengalami ketimpangan dan yang memberikan hak‑hak istimewa bagi kaum laki‑laki dan menyebabkan kaum perempuan terjerumus pada posisi hina dan rendah.Penindasan modal, penindasan hak milik atas pribadi, despotisme kaum, pilistine yang penuh kebohongan, keserakahan para pemilik kecil ­ini semua adalah sesuatu hal yang dilindungi oleh republik‑republik borjuis yang paling demokratik. Mereka menjaga hukum‑hukum vang penuh kebohongan dan kotor ini.Repnublik Soviet, republik kaum buruh dan kaum tani, mengganyang hukum-hukum ini dengan satu pukulan dan tidak meninggalkan satu batupun dari bangunan besar kebohongan dan hinokrasi borjuis.Persetan dengan kebohongan in‑!! Persetan dengan para pembual yang berbicara tentang kebebasan dan persamaan bagi semua, sementara disana ada penindasan jenis kelamin klas‑klas yang tertindas, kepemilikan pribadi atas modal dan saham dan orang dengan lumbung padinya menggunakan kelebihan padinya untuk memperbudak kaum yang lapar. Daripada berteriak kebebasan begi semua, daripada berteriak persamaan begi semua, biarkan muncul perjuangan melawan kaum penindas dan kaum penghisap biarkan kesempatan untuk menindas Dan menghisap dilenyapkan. Itulah slogan kita!Kebebasan dan persamaan bagi jenis kelamin yang tertindas!Kebebasan den persamaan bagi kaua buruh dan pekerja petani!Perjuangan melawan kaum penindas, perjuangan melawan kaum kapitalis, perjuangan. melawan kaum tengkulak!Inilah slogan perjuangan kita, inilah kebenaran proletariat kita,, kebenaran perjuangan melawan modal, kebeneran bahwa kita berhadapan dengan dunia modal dengan mulut manisnya, ungkapan‑ungkapan- nya yang angkuh dan penuh Dengan hiipokrqsi tentang kebebasan dan persamaan secara umum, tentang kebebasan dan persamaan bagi semua.Dan Ini karena kita telah melenyapkan hipokrasi Ini, karena, deng­an kekuatan revolusioner kita menjamin kebebasan dan hak‑hak penuh ba­gi rakyat pekerja yang tertindas, melawan kaum penindas, melawan kaum kaDitelis, melowen keum tengkulak‑‑tenstnyo kerens kekussenn Soviet te lah menjedi sengat berarti begi kaum buruh di seluruh dunia.Kerena ini, adanyapun dukungan massa pekerja, dukungan kaum. tertindas dan kaum terhisan di seluruh negri di dunis kepada kita pada peristiwa peringatan kekuasaan Soviet yang ke‑dua ini.Karena, pada kesempatan peringatan kekuasaan Soviet yang ke‑dua Inipun meskipun kelaparan dan menderita kedinginan meskipun semua orang mengalami penderitaan yang diakibatkan oleh adanye invasi imperialis terhadep Republik Soviet Rusisa kita yakin sepenuhnya akan kebenaran tujuan kita, kita yakin betul atas kemenangan kekusssan Soviet yang tak terhindarkan atas dunia ini.Hari Buruh Perempuan InternasionalIntisari dari Bolshevisme dan Revolusi Oktober Rusia adalah keterlibatan rakyat banyak yang paling tertindas di bawsh kapitalisme ke dalam politik. Mereks telah ditindas, dibohongi, dirampok oleh kaum kapi­talis, selama di bawah republik‑republik demokratik‑borjuis dan monarki. Selama tanah dan pabrik‑pabrik dimiliki secara pribadi, penindasan, penipuan dan perampasan atas kerja manusia ini yang dilakukan oleh kaum kapitalis tak akan terelakkan.Esensi Bolshevisme den kekuasaan Soviet adalah untuk membongkar kepalsuan dan kebohongan demokrasi borjuis, untuk melenyakan kepemi­likan pribadi atas tanah dan pabrik‑pabrik dan mengkonsentresikan kekuasaan negara di tangan massa pekerja dan tertindas. Mereka, massa ini, terlibat di dalam politik, yaitu bekerja membangun masyarakat baru. Ini bukanlah tugas yang mudah: massa telah ditindas dan dihisap oleh kapitalisme, tetapi tak ada cara lain untuk keluar dari perbudakan upah dan penghambaan kapitalisme.Tetapi kalian tak dapatt menarik massa untuk terlibat di dalam po­litik tanpa juga melibatkan kaum perempuan dalam urusan itu. Selama berada di bawah kepitalisme kaum perempuan yang jumlahnya setengah dari umat manusia mengalami Penindasan ganda. Buruh Peremnuan dan petani perempuan ditindas oleh modal, tetapi di atas itu, bahkan di republik­ ‑ republik borjuis yang paling demokratik, mereka tetap saja kehilangan beberapa hak‑haknya karena hukum yang ada tidak memberikan mereka per­samaan dengan kaum laki‑laki; dan kedua‑‑dan ini yang terutama‑‑mereka tetap saja berada dalam penghambaan rumah tangga mereka kemudian menjadi "budak‑budak rumah tangga", mereka dibebani dengan pekerjaan yang membosankan, melelahkan, gembel, dan monoton di dalam dapur dan rumah­tangga keluarga.Tak partai dan revolusi di dunis ini yang pernah memikirken secara mendalam akar penindasan dan ketimpangan kaum perempuan seperti yang di lakukan Soviet, dilakukan Revolusi Bolshevik. Di sini, di Soviet Rusia tak satupun jejak yang tersisa tentang adanya ketimpangan antara laki-­laki dan perempuan di mata hukum. Kekuassan Soviet telah menghilangkan semua ketimpangan itu, terutama ketimpangan yang menjijikkan, hina, dan hipokratis di dalam hukum perkawinan dan keluarga dan ketimpangan dalam memuliakan anak‑anak.Ini hanya merupakan langkah pertama dalam rangka pembebasan kaum perempuan. Tetani tak seorang‑pun dalam republik‑republik borjuis, termsuk yang paling demokratis sekalipun, berani melakukan langkah pertama ­ini. Alasannya adalah karena penghambaan atas "kepemilikan pribadi yang ­dianggap keramat".Langkah kedua dan yang paling penting adalah penghilangan kepemi­liken pribadi atas tanah dan pabrik‑pabrik. Hanya dengan cara inilah terbuka leber jalan menuju pembebasan aktual dan menyeluruh ter­hadap kaum perempuan, pembebasan kaum perempuan dari "penghambaan ru­mah tangga melalui sebuah transisi dari berumah tangga individu kecil menuju pelayanan domestik yang telah ter-sosialis‑kan secara menyeluruh.Proses transisi merupakan hal yang sulit, karena hal itu berkaitan dengan pelenyapan “struktur" yang berurat‑berakar picik, berakar dalam dan kokoh (lebih tepatnya barbarian dan ketidak‑senonohan). Tetapi proses transisi sudah dimulai, segalanya sedang dalam proses ini, kita telah mengambil sebuab jalan baru.Dan selanjutnya pada hari buruh perempuan internasional ini tak ­terhitung organisasi‑organisasi buruh perempuan di seluruh negara di dunia akan mengirimkan ucapan selamat kepada Soviet Rusia, yang telah men jadi pioner untuk mengerjakan tugas yang luar biasa berat dan keras, sebuah tugas yang besar dan membebaskan secara universal dan benar. Akan ada seruan yang menggelorakan hati untuk tidak berkeeil hati dalam menghadapi reaksi borjuis yeng sengit dan biadab. Sebuah negara borju­is yang lebih bebas dan lebih demokratik merupakan, sekelompok geng­ kapitalis yang liar dan buas yang akan melawan revolusi buruh, sebagai contoh, mereka ini ada di republik demokratik Ameriks Serikat, Amerika ­Utara. Tetapi massa kaum buruh sekarang sudah menjadi sadar. Massa yang tidur, males, dan lemah di Amerika, Eropa dan bahkan di Asia yang terbelakang akhirnya bangkit oleh perang imperialis.Es telah dihancurkan di setiap sudut dunia. Tak satupun yang mampu menghalangi gelombang pembebasan rakyat dari penindasan imperialis dan pembebasan buruh laki‑laki dan perempuan dari penindasan modal. Tujuan ini telah menjadi perjuangan oleh puluhan dan ratusan juta buruh laki - ­laki dan perempuan di kota‑kota dan pedesaan. Itulah mengapa bahwa kebebasan kerja dari penindasan modal akan mengalami kemenangan di seluruh dunia.4 Maret 1921

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SEMAUN

SEMAUN
Selamanja saja hidoep, selamanja saja akan berichtiar menjerahkan djiwa saja goena keperloean ra'jat Boeat orang jang merasa perboetannja baik goena sesama manoesia, boeat orang seperti itoe, tiada ada maksoed takloek dan teroes TETAP menerangkan ichtiarnja mentjapai Maksoednja jaitoe HINDIA MERDIKA DAN SLAMAT SAMA RATA SAMA KAJA SEMOEA RA'JAT HINDIA (Semaoen, 24 Djoeli 1919)

Text Widget

Text Widget