Minggu, 14 November 2010
Cerpen: Lelaki Tua dan Becaknya
Akhirnya aku putuskan untuk mampir juga ke rumah kontrakan Lelaki Tua di Kota T. Aku mendapatkan alamatnya dari seorang kawan via sms. Lelaki Tua itu tinggal di Kampung A RT 17/RW 08 No 45. Begitu mudah dihapalkan: tujuh belas agustus tahun empat lima, bagian lagu yang populer pada masa sekolah terutama ketika menjelang, selama dan beberapa hari sesudah peringatan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Bukankah itu hari yang tak mungkin dilupakan?
Di kota T, Lelaki Tua dicintai anak-anak. Lelaki Tua memang belum punya anak. Ia bahagia anak-anak berkumpul di sekitarnya dan anak-anak pun bahagia bila bersama Lelaki Tua dan becaknya. Becaknya begitu lebar sehingga bisa menampung anak-anak dalam jumlah banyak. Sambil mengayuh becak ia bercerita dan bernyanyi. Nyanyiannya bagus-bagus. Anak-anak suka. Banyak orang tua kemudian percaya pada Lelaki Tua dan menyerahkan anak-anaknya untuk diantar berangkat ke sekolah dan pulang ke rumah dengan memberikan uang bulanan yang cukup. Dengan cara itulah ia mulai menabung.
Ia menabung terus dan terus. Orang-orang mulai curiga bahwa Lelaki Tua akan kawin lagi karena menginginkan anak sebab isterinya tak dapat memberikan anak. Lelaki Tua tahu bahwa ia menjadi bahan pembicaraan orang-orang. Suatu kali ia mengatakan dalam sebuah pertemuan warga bahwa ia menabung untuk membeli mobil angkot. Orang-orang pun heran bahwa Lelaki Tua hendak mengubah profesi dari tukang becak menjadi sopir angkot. Sebagian mencibir tak percaya bahwa Lelaki Tua bisa membeli mobil angkot. Sebagian lagi menyarankan agar Lelaki Tua menerima hidupnya dengan terus menjadi tukang becak bahkan seharusnya bersyukur sudah mendapatkan langganan tetap antar jemput dengan pendapatan lumayan. Lagi pula usia sudah memasuki kepala 7 apalagi yang hendak dicari? Apakah masih bisa menjadi sopir angkot?
Lelaki Tua pun menjawab bahwa hidup harus berubah. Orang-orang pun menyarankan agar Lelaki Tua belajar dulu menyopir sebelum membeli mobil angkot. Lelaki Tua pun menurut dan mulai belajar menyopir pada rekannya yang sudah lebih dahulu menjadi sopir angkot.
Aku pun mulai menyusuri jalan dan lorong yang mengantarkan aku ke rumah Lelaki Tua. Berkali-kali ia dengan penuh harap selalu meminta aku untuk mampir ke rumah kontrakannya. Tapi selalu juga aku menjawab: “Ok. Suatu kali nanti aku mampir. Aku harus jalan lagi.” Begitulah selalu bila aku bertemu dengannya entah di acara seminar, diskusi, atau sesudah sama-sama terlibat dalam aksi demonstrasi. Dan tanpa rasa kecewa: ia pun menjawab: “Ok. Tetap semangat,” sambil menjabat tanganku erat dan bersemangat secara komando dengan tangan kanannya yang kokoh.
Lelaki Tua sederhana itu sejak mula kukenal sebagai tukang becak yang cerdas dan berani. Aku tahu ia beristeri tapi aku jarang melihat ia mengajak isterinya dalam berbagai acara yang diikuti. Aku masih ingat pertemuan pertamaku dengannya saat kami sama-sama marah atas perlakuan Pemerintah terhadap Partai Banteng. Partai itu dipecah-belah, anggota dan kadernya diteror dan diintimidasi. Kantornya diserbu dan yang bertahan di kantor itu dibunuh. Kudengar dari orang-orang yang mengenalnya, Lelaki Tua itu termasuk salah satu anggota partai yang ikut berjaga di kantor itu pada malam penyerbuan jahanam itu. Ia berhasil lolos.
Luar biasa. Ia hanya tukang becak. Tapi semangat membacanya tinggi. Semua selebaran, majalah dan tabloid yang aku jual, selalu dibeli dengan senyum. Lebih dari itu, terkadang ia masih sempat menraktir makan atau sekadar minum-minuman ringan bila berjumpa dalam aksi demonstrasi.
“Kalau untuk aksi, kuusahakan selalu ikut,” katanya suatu kali.
“Tapi jangan hanya aksi saja diikuti. Diskusi dan membaca juga penting,” kataku.
“Ya. Tentu. Perkumpulan Tukang becak sudah siap dibentuk. Kamu harus datang ke acara pemilihan pengurus karena kami akan sekaligus mendiskusikan marhaenisme ajaran Bung Karno.”
“Wow. Luar biasa. Berapa anggotanya?”
“Sementara 20 orang. Kamu bisa bantu mengajar filsafat kan?”
Aku menjawab bisa. Waktu itu Jendral Besar belum jatuh. Aku datang ke pertemuan pembentukan perkumpulan tukang becak itu. Berdua puluh-an mereka berkumpul di rumah seorang pengurus Partai Banteng yang sedang dipecah-belah dan dihancurkan itu. Wajah-wajah yang bersemangat untuk berkumpul dan membikin perhitungan dengan ketidakadilan itu tidak menampilkan diri sebagai para tukang becak yang setiap hari bergelut dengan kebutuhan mendesak ekonomi tapi mereka berkumpul dan berbicara politik serta melakukan perjuangan politik.
“Kita akan memboikot pemilu agar pemilu menjadi tidak sah di hadapan rakyat,” seru Lelaki Tua yang dipilih menjadi ketua Perkumpulan Tukang Becak Kota T, “kabarkan pada seluruh kawan tukang becak di kota T ini untuk tidak ikut pemilu karena pemerintah telah bertindak curang dengan menghancurkan dan memecah-belah Partai Banteng.”
Sesudah Lelaki Tua menjadi ketua Perkumpulan Tukang Becak di Kota T itulah, kami menjadi semakin sering bertemu. Sebagai orang yang bertanggung jawab dalam perluasan organisasi Partai, aku diwajibkan untuk mendorong perkumpulan tukang becak itu bertemu dengan berbagai kelompok kaum miskin kota seperti pengamen, pembantu rumah tangga, pedagang kaki lima dan berbagai sektor pekerjaan informal lainnya serta perkumpulan buruh dan mahasiswa di Kota T. Kami pun semakin akrab dalam pertemuan atau rapat-rapat antar ketua-ketua organisasi massa kaum miskin kota, mahasiswa dan buruh tersebut.
“Bagaimana kamu bisa menjadi pengagum Bung Karno?” tanyaku suatu kali.
“Hanya Bung Karno yang mencintai wong cilik seperti saya. Ia selalu menyebut Tukang Becak dalam setiap pidatonya.”
“Itu pekerjaanmu sejak mula?”
Lelaki tua tak menjawab.
***
“Akhirnya Bung, sampai juga di rumah kontrakan kaum marhaen ini,” sapanya menyambutku begitu aku sampai di halaman deretan rumah petak yang salah satunya dihuni Lelaki Tua. Ia sedang membersihkan becak kesayangannya dan tentu saja kesayangan anak-anak itu.
“Ya. Senang sekali bisa mampir ke rumah Bung ini. Lelaki Tua yang bersemangat perubahan.” Lelaki Tua tersenyum.
Kami bicara panjang lebar tentang masa-masa melawan Jendral Besar dan bagaimana kami bisa bertemu dan berkawan. Kami pun bercerita tentang kawan-kawan pergerakan selama melawan Jendral Besar. Ada yang berubah dan ada yang tetap.
“Becak ini akan aku singkirkan dari penghidupanku,” kata Lelaki Tua tiba-tiba.
“Ya. Aku dengar kamu akan menggantinya dengan mobil angkot dan kini sedang menabung?”
“Ya. Aku tidak perlu romantis dengan becak ini. Menjadi kaum marhaen yang baik kan tidak harus selalu menjadi tukang becak atau wong cilik kan?” Aku tidak menjawab hanya mengangguk.
Terus terang aku mengagumi hidupnya walau aku tak begitu tahu asal-usulnya, Lelaki Tua adalah tukang becak yang mengerti politik dan cita-cita hidupnya. Ia pun sanggup mengubah hidupnya demi cita-citanya dan untuk itu Lelaki Tua seperti tak lelah mengarungi jaman.
***
“Mobil angkot sudah kubeli,” kabarnya via sms
“Becakmu?”
“Kuberikan pada ketua baru Perkumpulan Becak di Kota T. Semoga kawan-kawan tukang becak, tetap berkumpul. Aku hanya berpesan: cintailah anak-anak. Aku siap menjalankan tugas sejarah berikutnya.”
“Wah..hebat. Bung masih berniat terlibat dalam perjuangan pada umur setua itu.”
“Apakah Bung berniat pensiun bila sudah setua aku?”
Lama aku tidak menjawab. Lelaki Tua mengirimkan sms lagi:
Kebahagiaan yang sejati adalah selalu dalam perjuangan.
Aku menjawab: semoga…
*****
Jakarta, 1 Oktober 2010
Untuk D di kota T
Selasa, 09 November 2010
Obral Aset Negara di Tengah Bencana
Akhir-akhir ini perhatian dan keprihatinan kita tercurah pada bencana alam yang diderita rakyat Indonesia di berbagai tempat, antara lain, bajir dan longsor di Wasior, tsunami di kepulauan Mentawai, dan lutusan gunung Merapi yang berdampak luas di DIY dan Jawa Tengah. Perhatian dan keprihatinan ini sangat wajar mengingat selain terjadi pada waktu yang relatif bersamaan atau beruntun, kita dihadapkan pada kondisi-kondisi masyarakat pengungsi yang tidak terlayani secara baik oleh pemerintah sebagai penanggungjawab utama dalam memenuhi segala kebutuhan pengungsi, dan tidak ada antisipasi yang memadai terhadap potensi-potensi bencana.
Pada situasi itulah, ketika hati, tenaga, dan pikiran kita memberat pada persoalan bencana, tiba-tiba tersajikan berita bahwa pemerintah telah menjual murah(obral) 20% saham PT. Krakatau Steel (KS), satu-satunya aset nasional pabrik baja. Jadi terdapat dua masalah di sini, yang pertama bersifat substansial yaitu penjualan itu sendiri, dan kedua bersifat lebih ‘teknis’ sehubungan sinyalir bahwa harga jual saham yang sangat murah tersebut merupakan hasil kongkalikong pihak-pihak di sekitar lingkaran kekuasaan. Belum habis keterkejutan pada satu kasus tersebut, pemerintah kembali mengumumkan rencana penjualan sepuluh BUMN lainnya, termasuk perusahaan-perusahaan pabrik gula milik PT. Perkebunan Nusantara.
Menjual aset-aset milik negara (milik rakyat) saat perhatian rakyat tertuju pada bencana adalah wujud kelicikan pemerintahan berkuasa SBY-Boediono melalui Menteri Negara BUMN, Mustafa Abubakar. Tindakan ini tak ubahnya penjaga rumah yang melego isi-isi rumah ketika pemiliknya sedang tertimpa musibah. Apalagi penjualan tersebut tidak menghasilkan keuntungan apa-apa bagi yang empunya, sebaliknya kehancuran-kehancuran ekonomilah yang akan diterima.
Tak pelak lagi, penjualan aset ini merupakan bukti tambahan yang mempertegas orientasi neoliberal yang dipilih pemerintahan SBY-Boediono. Sejumlah argumentasi kuno sebagai alasan privatisasi kembali menggema dalam proses ini, seperti tuntutan manajemen perusahaan yang terbuka dan bisa dipertanggungjawabkan, atau kondisi perusahaan-perusahaan yang merugi. Kita tahu bahwa argumentasi tersebut tidak berdasar, karena solusi terhadap masalah akuntabilitas dan kondisi perusahaan yang merugi bukanlah dengan menjualnya, melainkan dengan memberikan dukungan agar aset negara yang ada menjadi kuat, baik dengan merombak manajemennya maupun dengan dukungan kebijakan ekonomi secara menyeluruh. Alasan ini hanya akan mempermudah privatisasi terhadap seluruh aset nasional yang ada karena kondisi-kondisinya yang payah setelah dikuras oleh kebijakan neoliberal itu sendiri. Sejalan itu berkembang pula perdebatan tentang “harga jual” yang sesungguhnya telah keluar dari substansi “penjualan aset” sebagai tindakan yang salah.
Seluruh aset Badan Usaha Milik Negara (BUMN) seharusnya, seperti sudah sering dikemukakan, adalah milik 230 juta rakyat Indonesia. Lebih jauh, dengan menyadari kepemilikan oleh rakyat, maka BUMN harus difungsikan untuk mendukung langkah-langkah memajukan perekonomian rakyat, khususnya langkah-langkah industrialisasi nasional. Persyaratan bagi berjalannya industrialisasi nasional antara lain tersedianya industri dasar termasuk di dalamnya industri baja dan industri gula. Produktivitas industri baja maupun gula nasional masih jauh dari mencukupi, atau masih dibutuhkan pembangunan industri sejenis lebih banyak lagi. Tentu saja ini hanya dapat dilakukan oleh sebuah pemerintahan persatuan nasional yang berkarakter mandiri. Karenanya, tanpa meninggalkan perhatian terhadap bencana alam yang terjadi di sekitar kita, kami berpendapat sudah waktunya kita bersatu untuk menuntut pemerintah menghentikan penjualan aset-aset negara.
Pada situasi itulah, ketika hati, tenaga, dan pikiran kita memberat pada persoalan bencana, tiba-tiba tersajikan berita bahwa pemerintah telah menjual murah(obral) 20% saham PT. Krakatau Steel (KS), satu-satunya aset nasional pabrik baja. Jadi terdapat dua masalah di sini, yang pertama bersifat substansial yaitu penjualan itu sendiri, dan kedua bersifat lebih ‘teknis’ sehubungan sinyalir bahwa harga jual saham yang sangat murah tersebut merupakan hasil kongkalikong pihak-pihak di sekitar lingkaran kekuasaan. Belum habis keterkejutan pada satu kasus tersebut, pemerintah kembali mengumumkan rencana penjualan sepuluh BUMN lainnya, termasuk perusahaan-perusahaan pabrik gula milik PT. Perkebunan Nusantara.
Menjual aset-aset milik negara (milik rakyat) saat perhatian rakyat tertuju pada bencana adalah wujud kelicikan pemerintahan berkuasa SBY-Boediono melalui Menteri Negara BUMN, Mustafa Abubakar. Tindakan ini tak ubahnya penjaga rumah yang melego isi-isi rumah ketika pemiliknya sedang tertimpa musibah. Apalagi penjualan tersebut tidak menghasilkan keuntungan apa-apa bagi yang empunya, sebaliknya kehancuran-kehancuran ekonomilah yang akan diterima.
Tak pelak lagi, penjualan aset ini merupakan bukti tambahan yang mempertegas orientasi neoliberal yang dipilih pemerintahan SBY-Boediono. Sejumlah argumentasi kuno sebagai alasan privatisasi kembali menggema dalam proses ini, seperti tuntutan manajemen perusahaan yang terbuka dan bisa dipertanggungjawabkan, atau kondisi perusahaan-perusahaan yang merugi. Kita tahu bahwa argumentasi tersebut tidak berdasar, karena solusi terhadap masalah akuntabilitas dan kondisi perusahaan yang merugi bukanlah dengan menjualnya, melainkan dengan memberikan dukungan agar aset negara yang ada menjadi kuat, baik dengan merombak manajemennya maupun dengan dukungan kebijakan ekonomi secara menyeluruh. Alasan ini hanya akan mempermudah privatisasi terhadap seluruh aset nasional yang ada karena kondisi-kondisinya yang payah setelah dikuras oleh kebijakan neoliberal itu sendiri. Sejalan itu berkembang pula perdebatan tentang “harga jual” yang sesungguhnya telah keluar dari substansi “penjualan aset” sebagai tindakan yang salah.
Seluruh aset Badan Usaha Milik Negara (BUMN) seharusnya, seperti sudah sering dikemukakan, adalah milik 230 juta rakyat Indonesia. Lebih jauh, dengan menyadari kepemilikan oleh rakyat, maka BUMN harus difungsikan untuk mendukung langkah-langkah memajukan perekonomian rakyat, khususnya langkah-langkah industrialisasi nasional. Persyaratan bagi berjalannya industrialisasi nasional antara lain tersedianya industri dasar termasuk di dalamnya industri baja dan industri gula. Produktivitas industri baja maupun gula nasional masih jauh dari mencukupi, atau masih dibutuhkan pembangunan industri sejenis lebih banyak lagi. Tentu saja ini hanya dapat dilakukan oleh sebuah pemerintahan persatuan nasional yang berkarakter mandiri. Karenanya, tanpa meninggalkan perhatian terhadap bencana alam yang terjadi di sekitar kita, kami berpendapat sudah waktunya kita bersatu untuk menuntut pemerintah menghentikan penjualan aset-aset negara.
Diskusi Seni Rupa: Ini Soal Revolusi, Soal Menuntaskan Kemerdekaan
JAKARTA: Dua pelukis revolusioner Indonesia, Amrus Natalsya dan Misbach Tamrin, keduanya juga merupakan pendiri sanggar Bumi Tarung, mengatakan bahwa seni rupa harus mengabdi kepada rakyat dan Revolusi 1945 yang belum selesai.
Berbicara dalam diskusi ‘seni rupa hari ini”, yang digelar oleh panitia festival kemerdekaan 2010, siang tadi (4/8), baik Amrus maupun Misbach, menggaris-bawahi arti penting seni rupa yang harus melakukan pembelaan kepada rakyat, khususnya klas pekerja dan tani, dan mengajak mereka untuk berlawan.
Didaulat untuk berbicara pertama, Misbach menjelaskan, bahwa realisme sebagai aliran gaya pengucapan seni sudah diketahui sejak jaman Yunani Kuno, bahkan lukisan artefak di gua Almitra (Spanyol) sudah bisa dikategorikan karya realis, karena menggambarkan situasi perburuan saat itu.
Di Indonesia sendiri, menurut penjelasan Misbach, realisme sebagai alat perjuangan anti-kolonial sudah dirintis oleh Raden Saleh, yang ditandai pada dua karyanya yang terkenal; “penangkapan pahlawan Diponegoro” dan “Tarung Banteng Macan”.
Selanjutnya adalah kelahiran kelompok Persatuan Ahli Gambar Indonesia (Persagi), yang secara terang-terangan dan gamblang mengambil bentuk realisme sosial, sebagai cara untuk menghasilkan karya yang mengabdi kepada pembebasan nasional, katanya.
Pada tahun 1950-an, setelah rakyat mengetahui bahwa revolusi Agustus belum selesai, para seniman saat itu menggunakan realisme revolusioner untuk membela kaum buruh dan tani dalam menghadapi penindasan feodalisme dan kapitalisme, ujar pelukis yang juga sesekali menulis ini.
Misbach juga menolak untuk disebutkan bahwa Sanggar Bumi Tarung ataupun Lekra merupakan garda depan realisme sosialis. Menurutnya, karena kesenian merupakan kaca pembesar untuk menggambarkan keadaan suatu jaman, maka keberadaan kesenian di Indonesia belum bisa dikatakan realisme sosialisme karena belum ada susunan masyarakat sosialistik.
“AS Dharta dan Pramoedya itu, ketika menulis soal realisme sosialis, itu hanya mencoba memberi pengetahuan dan dan perbandingan semata-mata,” ujarnya untuk sekedar mengingatkan.
Setelah orde baru berkuasa dan menggusur lekra dan karya-karyanya, Misbach menjelaskan, seni yang berkembang di Indonesia adalah kebanyakan berbentuk seni abstrak, yang kemudian sekarang ini sering disebut seni rupa kontemporer.
Realisme kembali mengalami kebangkitan saat munculnya karya-karya yang mulai melontarkan kritik terhadap rejim Soeharto, kata Misbach, sambil mengutip kelahiran realisme jogja, dan dipertegas lain dengan kemunculan Semsar Siahaan dan Taring Padi yang mulai mengangkat kembali realisme.
Sekarang ini, Misbach mencatat pula bahwa realisme semakin mendapat tempat di kalangan seniman, namun isinya lebih banyak berisikan tema-tema absurd, penuh misteri, dan pelecehan atau plesetan terhadap tokoh-tokoh revolusioner dunia.
Sejak Andi Warhol dan kawan-kawan menemukan pop-art, suatu aliran yang berbasiskan kepada realisme fotografis, maka realisme pun berkembang sangat luas tapi kebanyakan dikembangkan untuk kepentingan iklan bisnis dan propaganda kapitalisme, demikian penjelasan Misbach Tamrin.
Sementara itu, pelukis Amrus Natalsya lebih menyoroti soal persoalan-persoalan Indonesia kekinian, yang menurutnya, sedikit banyak mempengaruhi perkembangan karya seni rupa saat ini.
Berpatokan kepada peringatan HUT kemerdekaan, Amrus menjelaskan, kemerdekaan Indonesia bukan hadiah dari siapapun, sangat berbeda dengan, misalnya, Malaysia dan Singapura.
“saat proklamasi, ketika itu saya sudah berusia 12 tahun, saya faham betul ada semangat kaum terjajah untuk mengakhiri situasi keterjajahan itu. Hasrat untuk merdeka dan menjadi tuan di negeri sendiri melahirkan watak anti-penjajahan dan berpartisipasi aktif dalam perjuangan anti-kolonial,” ujarnya.
Terkait perkembangan seni rupa saat ini, Amrus menandai lahirnya sebuah ‘permainan’ yang sepenuhnya dikendalikan oleh kapitalis. “jadi, meskipun karya-karya itu melecehkan tokoh revolusioner seperti Mao Tse Tung, atau melecehkan tokoh pembebasan nasional seperti Bung Karno, itu tak jadi soal bagi mereka. Asalkan mendatangkan untung,’ kata Amrus mencontohkan.
Sehingga, menurut penjelasan dia, penghancuran karakter suatu bangsa sekarang ini tidak lagi sekedar melalui film-film cabul, tetapi karya seni rupa yang “nyeleneh” pun sudah mendidik orang untuk melecehkan bangsanya sendiri.
“Ada seniman yang tidak segan-segan melecehkan Bung Karno dalam karyanya, tanpa menyadari bahwa, tanpa kehadiran dan perjuangan tokoh-tokoh pembebasan di masa lalu, maka tidak ada kemerdekaan sekarang ini,” tegas pelukis yang karyanya pernah dikoleksi oleh Bung Karno ini.
Amrus juga menyatakan keprihatinan terhadap situasi sekarang ini, dimana aparatus negara berperan untuk menindas rakyatnya sendiri, misalnya dalam kasus kekerasan oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). “Satpol PP itu bukan tujuan revolusi, karena revolusi itu mau menghilangkan penindasan terhadap rakyat sendiri. Rakyat tidak menjadi tuan di rumah sendiri,” ujarnya.
Untuk itu, Amrus mengajak para pemuda untuk merenungkan perkataan Nyoto, “tahu segala sesuatu, dan tahu sesuatu tentang segala.” Umpamanya, kalau kita tahu tentang revolusi, kita tahu sejarah soal revolusi itu. Kalau tahu segala tentang revolusi, maka kita harus tahu soal revolusi itu sendiri. Fikiran ini berlaku untuk segala hal, termasuk soal pengetahuan dan bidang-bidang lainnya.
kita sedang dalam era yang betul bebas, kata Amrus, sambil menandai suatu suatu era dimana kebebasan itu benar-benar tanpa koridor. “Anda kalau punya “duit”, bisa mencetak buku dan menulis sebebas-bebasnya. Anda bebas untuk melecehkan bangsa sendiri atau memujinya. Asalkan bisa laku,” katanya, sambil menandaskan bahwa seni rupa juga mengalami situasi demikian.
Amrus menjelaskan, sekarang ini tidak ada partai politik yang kuat dalam lapangan kebudayaan, punya pemikir-pemikir soal kebudayaan, yang bisa menjaga dan memperjuangkan kebudayaan nasional.
Di saat penghancuran karakter nasional sekarang ini, Amrus menandai sebuah fenomena baru di masyarakat kita, yaitu “masyarakat happy”, yang merubah mental individu dan tanggung jawab kita.
“Ibaratnya, kita berjalan di pinggir jurang. Di bawah itu dunia jurang “happy”, sedangkan di atas jurang penderitaan rakyat. Jurang penderitaan rakyat itu sudah penuh sesak. Tetapi jurang “happy” ini masih terbuka, dan menjadi dominan di dalam segala lini kehidupan rakyat kita,” ujar Amrus Natalsya, sambil mencontohkan fenomena “keong racun”.
Dalam masyarakat “happy” ini, tidak ada lagi arti penting untuk berjuang, melakukan pemihakan terhadap kelas buruh dan tani. Inilah hal-hal yang membunuh jiwa dan karakter nasional kita.
Ditanyakan soal kontemporer revolusioner, Amrus mengatakan, bahwa seni rupa dunia sedang berada di dalam “kontemporer”, tanpa mempedulikan negara itu menganut sistim kapitalisme dan sosialisme.
Menjawab pertanyaan soal “kontemporer-revolusioner”, Amrus mengibaratkan, ketika kita sedang menaiki perahu. Kita memegang dayung. Dayung itu saya sebut revolusioner. Sedangkan perahunya, bisa kontemporer atau realisme. Semua perahu sekarang ini adalah kontemporer. Tapi, kita tetap harus membawa dayung yang revolusioner itu. Jangan ditinggalkan,” katanya.
Amrus menambahkan, bahwa dalam kontemporer revolusioner itu, maka persoalan-persoalan itu digambarkan lebih sederhana, mendalam, dan kuat. Inilah yang membedakan kontemporer revolusioner dengan yang lainnya.
Ketiga prinsip kontempor revolusioner itu, katanya, harus didasarkan kepada beberapa hal, yaitu originalitas, kreatifitas, dan ilmiah.
Di tengah berbagai persoalan bangsa saat ini, Amrus mengatakan, “ kita harus bangkit. Dan bangkit itu haruslah dengan politik. Politik yang memimpin gerakan rakyat.”
Menutup diskusi ini, Amrus seolah memberi kita dua pilihan; apakah kita masih mau meneruskan revolusi yang belum selesai, dalam hal ini revolusi Agustus 1945? ataukah kita sudah berhenti dan memilih masyarakat “happy”.
FX Harsono: Pemerintah Tidak Memperhatikan Persoalan Kebudayaan
JAKARTA: Perupa Indonesia kenamaan, FX Harsono, menilai, pemerintah kurang memperhatikan kebudayaan dalam orientasi pembangunan di Indonesia, sehingga banyak sekali proses pembangunan yang tidak sesuai atau kurang peka dengan tuntutan masyarakat.
Demikian dikatakan FX Harsono saat menjadi pembicara dalam diskusi berjudul “National and Character Building”, di Jakarta, Sabtu (21/8). Dengan panjang lebar, FX Harsono menguraikan persoalan-persoalan kebudayaan yang sedang dihadapi bangsa Indonesia.
Harsono mengatakan, segera setelah Bung Karno digantikan oleh rejim Soeharto dan gagasan-gagasannya juga turut dihapus, maka kebudayaan pun mulai dihilangkan dalam pembicaraan strategi pembangunan.
Sekarang ini, menurutnya, pemerintah sendiri mengartikan kebudayaan secara salah. “Kebudayaan sekedar dilihat sebagai ritual dan kesenian. Di sini, anggapan pemerintah soal kebudayaan hanyalah upacara-upacara dan ritual, sementara sektor kehidupan yang lain, misalnya sikap dan perilaku, dianggap bukan soal kebudayaan.
Akibatnya, Harsono menjelaskan, kebudayaan diletakkandi bawah departemen Kebudayaan dan Pariwisata, dimana kebudayaan dianggap sebagai komoditi yang dapat memicu tumbuhnya pariwisata.
Lebih jauh, Harsono mengatakan, banyak sekali konflik-konflik sosial yang terjadi di Indonesia disebabkan oleh hilangnya pemahaman soal kebudayaan.
Dalam pembangunan, sebagai missal proses industrialisasi, pemerintah tidak menempatkan manusia sebagai bagian dari penciptaan industri itu sendiri. Akibatnya, banyak sekali proses industrialisasi yang mengorbankan kemanusiaan, demikian dikatakan Harsono.
Dia mencontohkan, ketika pemerintah memutuskan konversi gas, sementara kebudayaan masyarakat memahami bahwa setiap bahan bakar pasti memiliki bau, sehingga banyak sekali kasus ledakan gas dipicu oleh ketidaktahuan masyarakat.
“Itu salah pemerintah. Dia tidak mengetahui budaya memasak masyarakat, tata cara berfikir mereka soal penggunaan energi bahan bakar,” katanya.
Harsono pun berbicara soal gerakan renaissance (bahasa Perancis, renaisans) di eropa dan hubungannya dengan perjuangan kebudayaan. Menurutnya, ada tiga ciri dari gerakan renaissance itu: pertama, penghargaan terhadap manusia atau kemanusiaan. Kedua, penghargaan terhadap kesenian. Ketiga, penghargaan terhadap keragaman beragama.
Di Indonesia, kata Harsono, tidak ada penghargaan terhadap kemanusiaan, sambil mengambil contoh pada cara pemerintah memperlakukan orang-orang miskin.
Demikian pula dengan kesenian, yang menurut Harsono, sama sekali luput dari perhatian pemerintah saat ini. “kesenian kita tumbuh dan berkembang sendiri, selama bertahun-tahun, tanpa dukungan pemerintah,” ujarnya.
Persoalan serupa juga muncul saat agama dilepaskan dari persoalan kebudayaan, dan kemudian dimasukkan ke ranah politik, maka agama sekedar menjadi alat untuk pertarungan kekuasaan dan mempertahankan kekausaan, katanya.
“Dulu, ketika agama masih melekat pada kebudayaan, masyarakat kita hidup sangat rukun dan damai,” katanya.
Di bidang pendidikan juga begitu, dimana proses pendidikan dipisahkan dari persoalan budi pekerti dan keadaan sosial di sekitarnya. “Kita punya agama dan moral pancasila, itu bisa menjadi unsur budi pekerti dari pendidikan,” tegasnya.
FX Harsono memperingatkan bahwa dunia sekarang sudah berubah, dan perubahannya sangat cepat sekali. Karenanya, kaum muda dan pekerja budaya menghadapi situasi yang benar-benar berbeda dengan masa-masa sebelumnya, khususnya dalam perkembangan teknologi informasi.
Sekarang ini, FX Harsono menandai perkembangan baru dalam seni rupa Indonesia, khususnya seni rupa kontemporer, yaitu perubahan dari modern ke post-modern, dimana dalam dunia post modern tidak ada lagi orientasi atau kiblat dalam berkesenian.
Secara pribadi, FX Harsono menganjurkan agar pekerja seni tetap terbuka, tidak berprasangka, tetap kritis terhadap persoalan, dan menghilangkan segala “rintangan” yang menghalangi pandangan mereka dalam berkarya.
SBY, Bapak Privatisasi Indonesia
Era pemerintahan Bung Karno pantas disebut sebagai “peletak dasar industrialisasi nasional”. Pada masanya, sekitar 90% perusahaan perkebunan asing berpindah ke tangan Republik Indonesia, dan sekitar 246 pabrik atau perusahaan asing berhasil dinasionalisasi.
Tidak hanya itu, Soekarno telah membangun sejumlah industri di dalam negeri, yaitu pabrik Baja Trikora pada 1962-kini bernama PT Krakatau Steel-dan Semen Gresik pada 1953.
Sayang sekali, setelah rejim Soeharto berkuasa, perusahaan-perusahaan itu bukannya dikembangkan dengan baik, malah dijadikan lahan korupsi bagi keluarga dan kroninya. Dengan argumen hendak membersihkan korupsi dan kesalahan manajemen di dalam BUMN, rejim-rejim neoliberal pasca reformasi telah mengobral murah keseluruhan perusahaan-perusahaan tersebut.
Periode 1991-2001, pemerintah Indonesia 14 kali memprivatisasi BUMN, namun yang terprivatisasi ada 12 BUMN. Sementara di jaman SBY, dalam setahun terdapat 44 BUMN yang langsung “dilego” kepada pihak asing. Dengan agresifitasnya dalam mengobral “BUMN”, SBY pantas disebut sebagai bapak privatisasi Indonesia.
Namun, fakta menunjukkan bahwa privatisasi tidaklah semulia apa yang dikatakan ekonom neoliberal, yaitu perbaikan manajemen, efisiensi, dan perbaikan produksi. Sebaliknya, privatisasi hanya menjadi mekanisme transfer kekayaan dari tangan publik kepada segelintir swasta, juga sebagai skema penghancuran ekonomi nasional yang potensial oleh negeri-negeri imperialis.
Lebih jauh lagi, kebijakan privatisasi punya motif dan tujuan yang selaras dengan misi kolonialisme di masa lalu.
Pertama, privatisasi menghilangkan kontrol atau monopoli negara terhadap produksi barang dan jasa, sehingga nantinya akan semakin bergantung kepada impor dan produk dari luar. Pemerintah akan kesulitan untuk mengontrol harga, terutama harga kebutuhan pokok, karena cabang-cabang produksi sudah dikuasai oleh pihak asing.
Kedua, privatisasi menghilangkan akumulasi ekonomi nasional yang menguntungkan, khususnya pendapatan dari aktivitas BUMN. Akibatnya, negara semakin bergantung kepada pajak dan utang.
Ketiga, negara kehilangan tuas strategisnya untuk mengalihkan penghasilannya ke sektor-sektor ekonomi dan belanja sosial, mengatur penciptaan lapangan kerja, dan pembukaan wilayah-wilayah investasi baru, seperti infrastruktur, pendidikan, dan pemberdayaan ekonomi rakyat.
keempat, privatisasi justru akan menjadi lahan subur untuk korupsi dan suap, yang melibatkan segelintir miliarder dari perusahaan multi-nasional dan para politisi korup pendukung privatisasi.
Disamping itu, harga jual perusahaan-perusahaan nasional yang diprivatisasi seringkali merupakan “harga politik”, bukan harga yang ditentukan menurut potensi pasarnya. Harga politik ini dimaksudkan untuk menyuap rejim berkuasa, partai politik pendukung privatisasi, dan ekonom-ekonom yang menjadi juru-bicaranya.
Harga politik inilah yang terjadi dalam kasus “obral murah” PT. Krakatau Steel oleh rejim SBY-Budiono. Meskipun negara jelas-jelas dirugikan, namun mereka selalu berusaha bersembunyi dibalik argumen dangkal dan irasional.
Jangan berharap cerita sukses terkait privatisasi, pengalaman privatisasi di berbagai belahan dunia justru menceritakan kenyataan pahit, seperti PHK massal, penurupan upah, kenaikan harga kebutuhan masyarakat secara drastis, pembengkakan utang luar negeri, terbengkalainya infrastruktur dan layanan publik, dan lain sebagainya.
Janji-janji mengenai efisiensi, peningkatan produksi, alih teknologi, dan perbaikan manajemen hanya merupakan “tiupan angin surga”. Pada kenyataannya, privatisasi akan mempercepat kerapuhan ekonomi nasional, terutama jika pembelinya adalah perusahaan multinasional. Keputusan-keputusan tentang lokasi pabrik, tingkat investasi dan pekerjaan, akan tunduk pada strategi-strategi global para direktur perusahaan multinasional.
Pendek kata, apa yang menjadi tujuan kolonialisme di masa lalu, adalah juga tujuan utama privatisasi, yaitu menjadikan Indonesia sebagai sumber penyedia bahan baku, pasar bagi produk negeri-negeri maju, eksploitasi tenaga kerja, dan tempat mengembang-biakkan capital negeri maju (investasi).
Jika di saat pemilihan SBY menolak disebut neoliberal, maka penjualan Krakatau Steel sekarang merupakan bukti bahwa SBY memang “neoliberalis tulen”.
Kita tidak harus menunggu lama hingga seluruh asset nasional kita diobral sampai habis oleh SBY, sebab jika itu dibiarkan terus-menerus, bukan generasi sekarang saja yang akan tertimpuk kemiskinan dan kesengsaraan, tetapi generasi masa di masa depan pun akan kehilangan harapan.
Oleh karena itu, mari bersama-sama membangun gerakan anti-privatisasi secara massif untuk menghentikan privatisasi BUMN ini. Salah satu caranya, adalah menggalang petisi atau konsultasi rakyat, yaitu mendatangi rakyat dari rumah ke rumah, untuk meminta dukungan menolak privatisasi.
Obama Dan Imperialisme AS
Setelah dua kali membatalkan kunjungannya, Barack Obama hampir dipastikan akan berkunjung ke Indonesia pada 9 November besok. Namun, Obama yang datang kali ini bukanlah anak menteng yang sederhana itu, melainkan Presiden dari negeri imperialis terbesar: Amerika Serikat.
Obama memang sangat fenomenal. Selain menjadi kulit hitam pertama yang menjadi presiden di negeri yang sangat rasial, Obama juga berhasil menciptakan “janji surga” untuk mengeluarkan rakyat amerika serikat dari krisis ekonomi dan kebijakan perang di berbagai belahan dunia.
Terhadap dunia ketiga, terutama terhadap halaman belakangnya—amerika latin—dan negeri-negeri islam, Obama menjanjikan penataan ulang bentuk hubungan yang lebih baik dan egaliter.
Sayang sekali, sejak dilantik awal Januari 2009 hingga sekarang ini, Obama telah gagal memenuhi janji-janji itu. Pengangguran misalnya, isu yang paling sensitif dalam pemilu kemarin, telah meningkat menjadi 9,5% pada bulan Juni-Juli tahun ini. Angka kemiskinan juga telah meningkat, yaitu 40 juta orang, yang berarti satu dari tujuh orang masuk dalam kategori ini, dan merupakan angka tertinggi dalam 51 tahun terakhir.
Kesalahan terbesar Obama, mengutip pendapat pemenang Nobel Joseph Stiglitz, adalah terlalu pelit dalam mengeluarkan paket stimulus untuk mendorong ekonomi real dan tidak dirancang dengan baik. Obama juga masih mewarisi Bush, yaitu dengan terus-menerus menyantuni bankir-bankir super-kaya di Wall Street dan mempertahankan keistimewaan mereka.
Maklum, seperti dikatakan Michael Chossudovsky, pemerintahan Obama sangat dikendalikan oleh elit dan korporat perbankan. Mereka-lah yang sangat menentukan komposisi Kabinet Obama.
Terhadap dunia ketiga, khususnya Amerika Latin, Obama tidak memperlihatkan perbedaan jelas dengan Bush. Obama tidak bisa menghapus jejak kaki amerika dalam upaya destabilisasi (penggulingan) rejim kiri di Amerika latin, seperti kasus Manuel Zelaya di Honduras dan Rafael Correa di Ekuador baru-baru ini.
Obama juga tidak serius memenuhi janjinya mengakhiri invasi sangat keji di Irak dan Afghanistan. Bahkan, kini Obama mempersiapkan perang baru untuk mencaplok Iran. Obama juga tidak tegas untuk menekan Israel guna mengakhiri blockade terhadap Gaza dan menghentikan pembangunan pemukiman di wilayah Palestina.
Meskipun begitu, bukan berarti bahwa Partai Republik telah menjadi pahlawan, apalagi memenangkan pemilu 2 November lalu. Partai Rebublik, yang didalamnya tergabung gerakan fasis “Tea Party, adalah jauh lebih buruk dan reaksioner dari Partai demokrat. Tapi apa boleh buat, sistim two-party system telah memaksa rakyat Amerika untuk “memilih yang terbaik dari yang terburuk”.
Lantas, apa kepentingan “bekas anak menteng” ini di Indonesia? Sejak revolusi agustus 1945 hingga sekarang ini, AS tetap memandang Indonesia sebagai “permata asia” yang tidak bisa dilepaskan kepada siapapun.
Ada beberapa kepentingan Imperialisme AS terhadap Indonesia: pertama, Indonesia merupakan sekutu paling penting AS untuk mempertahankan peran hegemoniknya di Asia tenggara dan mengisolasi “perkembangan tak diinginkan” atas Tiongkok di kawasan Asia Timur.
Kedua, Peran hegemonik AS di Asia tenggara juga penting untuk memastikan atau mengamankan kontrolnya terhadap jalur-jalur perdagangan (selat malaka, sunda, Lombok, Makassar, dan laut Cina selatan—jalur perdagangan sangat penting di dunia).
Ketiga, menjaga kepentingan perdagangan dan investasi, mengingat bahwa Indonesia merupakan daerah yang kaya dengan sumber daya, tenaga kerja, dan potensi pasar yang sangat besar. Ingat! Exxon Mobile, salah satu perusahaan yang sudah cukup lama menguras minyak bumi Indonesia, adalah juga donatur Obama.
Terkait komitmen Obama mengenai penyelesaian masalah HAM di Indonesia, inipun harus diuji kebenarannya. Pasalnya, sejak bulan juli lalu, Menteri Pertahanan Amerika Robert Gates secara resmi telah mengukuhkan normalisasi hubungan militer dua negara melalui kunjungan diam-diam di Jakarta.
Obama juga harus meminta maaf atas nama bangsanya terkait keterlibatan AS dalam penggulingan pemerintahan Bung Karno dan pembantaian massal jutaan orang setelahnya. Obama juga harus meminta maaf atas dukungan militer AS terhadap rejim Soeharto selama puluhan tahun, dimana senjata-senjata itu telah dipergunakan militer Indonesia untuk menghancurkan gerakan rakyat, menghancurkan gerakan perlawanan di Papua dan Aceh, dan melakukan invasi keji di Timor Leste.
Dan, apa yang tidak bisa dilupakan, AS punya dosa besar dalam praktik imperialisme selama puluhan tahun di Indonesia, yang sekarang ini mengambil bentuk kebijakan neoliberalisme. Neoliberalisme telah menjadi “senjata pemusnah massal” yang sangat mengerikan: ratusan juta rakyat Indonesia terperosok dalam kemiskinan, ancaman PHK massal, putus sekolah, biaya kesehatan yang sangat mahal, dan lain sebagainya.
Hentikan Privatisasi Krakatau Steel!
Pada masa Bung Karno, sebagai dasar untuk membangun ekonomi dalam negeri yang kuat dan mandiri, maka berdirilah pabrik Baja Trikora pada 1962, lalu berubah nama menjadi PT Krakatau Steel.
Meski cita-cita Bung Karno tidak pernah dilanjutkan oleh rejim-rejim sesudahnya, namun PT. Krakatau Steel tetap memiliki kapasitas produksi mencapai 2,5 juta ton per tahun dan merupakan industri baja terpadu terbesar di Asia Tenggara.
PT Krakatau Steel memiliki enam pabrik berbasis baja, yaitu: Pabrik Besi Pons, Pabrik Billet Baja, Pabrik Batang Kawat, Pabrik Slab Baja, Pabrik Pengerolan Baja Canai Panas (HSM), dan Pabrik Pengerolan Baja Canai Dingin (CRM).
Dalam ekonomi nasional, PT. Krakatau Steel memegang peranan yang menentukan, yaitu memegang 60% kebutuhan baja nasional dan menjadi basis untuk kepentingan industrialisasi di dalam negeri. Hampir 95% peralatan logam yang dipergunakan manusia berasal dari baja, sehingga industry baja sangat penting bagi perekonomian suatu bangsa.
Sayang seribu sayang, potensi besar dan peran strategis PT.Krakatau Steel hendak dikubur selamanya oleh rejim SBY-Budiono dengan rencana privatisasi terhadap perusahaan baja nasional ini. Rencana ini sudah tercetus sejak tahun 2008, ketika SBY berniat mengobral 44 BUMN Indonesia kepada asing, yang mana PT. Krakatau Steel masuk di dalamnya.
Untuk menjalankan ambisi privatisasi ini, pemerintah telah memilih opsi penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) saham PT Krakatau Steel. Dan, entah bodoh atau disengaja, kementerian BUMN sudah menetapkan harga penjualan saham Krakatau Steel sebesar Rp850 per lembar. Sebuah harga penawaran, yang mengutip ekonom Drajat Wibowo, “sangat kebangetan” dan berpotensi merugikan negara trilyunan rupiah.
Dengan begitu, PT. Krakatau Steel yang dibangun dengan bersusah payah semasa Bung Karno, telah dijual dengan enteng dan dengan harga sangat murah alias obral kepada pihak asing. Inilah watak neoliberal pemerintahan sekarang ini.
Privatisasi merupakan pengambil-alihan swasta terhadap kekayaan kolektif dan kepemilikan publik, termasuk simpanan publik, tanah, mineral, hutan, dana pensiun. Ini merupakan bagian dari strategi imperial untuk menghancurkan kapasitas produktif nasional dan menguasainya.
Padahal, mengingat posisi strategis Krakatau Steel untuk kepentingan nasional, maka perusahaan baja ini tidak boleh dijual. Apalagi, seperti dikatakan Drajat Wibowo, politisi asal PAN, kinerja keuangan Krakatau juga tak buruk-buruk amat. Pada semester I 2010, produsen baja yang berpusat di Cilegon Banten ini mampu meraup laba bersih hampir Rp1 triliun.
Alih-alih bisa menciptakan kompetensi manajemen, kemampuan mencipta, daya saing produk, optimalisasi utilitas aset negara, dan kesejahteraan masyarakat, privatisasi justru menciptakan pemecatan massif (PHK), penutupan industry, mengasingkan masyarakat, dan sarang korupsi. Sebaliknya, di negara-negara yang memperkuat peran BUMN-nya seperti Tiongkok, perekonomian mereka cukup kebal terhadap serangan krisis ekonomi global.
Jika diperiksa lebih jauh, penyebab kemunduran Krakatau Steel ada di kesalahan kebijakan pemerintahan SBY. Pertama, Krakatau Steel mengalami kekurangan pasokan bahan baku, seperti bijih besi, bijih mangan, bijih chrom, bijih nikel, kapur dan dolomit. Keseluruhan bahan baku itu dapat disediakan oleh alam Indonesia, namun pemerintahan SBY-lah yang mengekspornya dengan harga sangat murah ke luar negeri.
Kedua, produksi Krakatau Steel terkendala oleh kurangnya pasokan energy, khususnya listrik, sehingga industri baja tidak bisa beroperasi secara maksimal. Sayang sekali, lagi-lagi SBY membuat kesalahan ketika mengekspor murah batu bara Indonesia ke luar negeri.
Ketiga, kurangnya pengembangan industri bahan baku baja di dalam negeri untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor.
Kita tidak dapat menyandarkan penguatan ekonomi dan pengembangan industry nasional kepada rejim yang abai terhadap kepentingan nasional, yaitu rejim SBY-Budiono yang neoliberal. Hanya dengan pemerintahan yang menjalankan Trisakti, seperti yang dicita-citakan Bung Karno, bangsa Indoensia bisa membangun industri nasional dan perekonomian yang kuat. Merdeka!
Senin, 08 November 2010
Sosialisme dan Kaum Tani [1]
Sosialisme dan Kaum Tani [1]
V.I. Lenin (1905)
Sumber: V.I.Lenin, Kumpulan Karya, Edisi Rusia Keempat, Jilid 9, hal. 280-288
Penerjemah: Diketik kembali untuk Situs Indo-Marxist dari buku Yayasan ”Pembaruan” Jakarta 1960 dengan sedikit perubahan ejaan.
Revolusi, yang sedang dialami Rusia, adalah revolusi seluruh Rakyat. Kepentingan-kepentingan seluruh Rakyat telah menjadi pertentangan tak terdamaikan dengan kepentingan-kepentingan segelintir orang-orang yang menyusun pemerintah otokrasi dan yang mendukungnya. Adanya masyarakat modern itu sendiri, yang didirikan di atas dasar ekonomi barang dagangan, dengan adanya perbedaan-perbedaan dan pertentangan-pertentangan yang amat besar dari kepentingan-kepentingan pelbagai klas dan golongan penduduk, menuntut penghancuran otokrasi, menuntut pembebasan politik, pernyataan secara terang-terangan dan langsung dari kepentingan-kepentingan klas-klas yang berkuasa dalam menyusun dan memerintah negara. Perombakan demokratis yang burjuis menurut hakekat sosial-ekonomi tak dapat tidak menyatakan kebutuhan-kebutuhan seluruh masyarakat burjuis.
Tetapi masyarakat itu sendiri, yang sekarang nampaknya bersatu dan utuh dalam perjuangan melawan otokrasi, sudah pasti terpecah oleh jurang antara kapital dan kerja. Rakyat, yang telah berontak melawan otokrasi, bukanlah Rakyat yang bersatu. Pemilik-pemilik dan buruh-buruh upahan, sejumlah orang-orang kaya (“sepuluh ribu orang-orang atasan”) yang tak berarti dan puluhan juta orang tak berpunya dan yang bekerja, itu sesungguhnya merupakan “dua nasion”, sebagaimana dikatakan orang Inggeris yang berpandangan jauh sudah pada pertengahan pertama abad ke-XIX. Perjuangan antara proletariat dan burjuasi sedang menjadi acara diseluruh Eropa. Perjuangan itu sudah lama merembes juga ke Rusia. Di Rusia moden bukanlah dua kekuatan yang sedang berjuang yang membentuk isi revolusi, melainkan dua perang sosial yang berbeda-beda dan berlainan jenisnya: yang satu berlangsung dalam kandungan masyarakat otokrasi perhambaan dewasa ini, yang lain – dalam kandungan masyarakat burjuis-demokratis yang akan datang, yang sudah sedang mulai lahir di hadapan mata kita. Yang satu merupakan perjuangan Rakyat untuk kebebasan (untuk kebebasan masyarakat burjuis), untuk demokrasi, yaitu untuk otokrasi Rakyat, yang lain – perjuangan klas dari proletariat melawan burjuasi untuk penyusunan masyarakat secara Sosialis.
Di atas pundak kaum Sosialis, dengan demikian, sedang terletak tugas yang besar dan sukar – melaksanakan sekaligus dua peperangan, yang samasekali berlainan, baik menurut watak dan tujuannya, maupun menurut susunan kekuatan-kekuatan sosial yang mampu ikut serta dengan tegas di dalam peperangan yang satu atau yang lain. Sosial-Demokrasi sudah dengan jelas mengajukan dan dengan tegas menyelesaikan tugas itu, berkat kenyataan, bahwa ia meletakkan pada dasar seluruh programnya Sosialisme ilmiah, yaitu Marxisme, berkat kenyataan, bahwa ia masuk sebagai salah satu barisan ke dalam balatentara kaum Sosial-demokrat dunia, yang telah menguji, memperkuat, menjelaskan dan mengembangkan lebih terperinci ketentuan-ketentuan Marxisme berdasarkan pengalaman serentetan panjang gerakan-gerakan demokratis dan Sosialis dari negeri-negeri Eropa yang sangat bermacam-macam.
Sosial-Demokrasi revolusioner sejak lama sekali memperlihatkan dan sudah berhasil memperlihatkan, bahwa demokratisme di Rusia memiliki watak burjuis, mulai dari variasi Narodisme-liberal sampai pada variasi “Oswobozjdeniye-Oswobozjdeniye" [2]. Ia selalu memperlihatkan ke-setengah-tengan, keterbatasan, kepicikan yang pasti dari demokratisme burjuis. Ia menempatkan di hadapan proletariat Sosialis dalam zaman revolusi demokratis suatu tugas: menarik pada pihaknya massa kaum tani dan dengan melumpuhkan ketidakmantapan burjuasi, mamatahkan dan mengancurkan otokrasi. Kemenangan yang menentukan dari revolui demokratis hanyalah mungkin dalam bentuk diktatur revolusioner-demokratis dari proletariat dan kaum tani. Tetapi semakin cepat dan penuh terlaksana kemenangan itu, semakin cepat dan mendalam pula akan berkembang kontradiksi-kontradiksi baru dan perjuangan klas yang baru di dalam sistim burjuis yang cukup didemokrasikan. Semakin sempurna kita melaksanakan revolusi demokratis, maka ternyata semakin dekat pula kita berhadaphadapan dengan tugas-tugas revolusi Sosialis, akan semakin tajam dan runcing pula perjuangan proletariat menentang dasar-dasar masyarakat burjuis itu sendiri.
Soal demokrasi harus terus menerus melancarkan perjuangan menentang segala penyelewengan dari pengajuan tugas-tugas revolusioner-demokratis dan Sosialis dari proletariat secara ini. Adalah mustahil untuk mengingkari hal, bahwa pada dasarnya revolusi yang sekarang ini berwatakdemokratis, yaitu burjuis, adalah mustahil karenanya untuk mengajukan semboyan-semboyan seperti pembentukan komune-komune revolusioner. Adalah mustahil dan reaksioner untuk meremehkan tugas-tugas ikutsertanya proletariat, apalagi ikutsertanya secara memimpin, di dalam revolusi-demokratis, dengan menghindari, misalnya, semboyan diktatur-revolusioner-demokratis dari proletariat dan kaum tani. Adalah mustahil untuk mencampuradukkan tugas-tugas dan syarat-syarat revolusi demokratis dan revolusi Sosialis, yang berbeda-beda, kami ulangi, baik menurut wataknya, maupun menurut susunan kekuatan-kekuatan sosial yang ikut serta di dalamnya.
Justru mengenai kesalahan terakhir itulah ingin kita berbicara terperinci. Tidak berkembangnya pertentangan-pertentangan klas di kalangan Rakyat pada umumnya dan di kalangan kaum tani pada khususnya, adalah gejala yang tak terhindarkan dalam zaman revolusi demokratis, yang utnuk pertama kali membentuk dasar-dasar bagi perkembangan kapitalisme yang benar-benar luas. Dan tidak berkembangnya ekonomi ini mengakibatkan terus bertahannya dan hidup kembalinya dalam bentuk atau itu bentuk-bentuk yang terbelakang dari Sosialisme yang merupakan Sosialisme burjuis kecil, karena meng-indealisasi perombakan-perombakan yang tidak keluar dari rangka hubungan-hubungan burjuis-kecil. Massa kaum tani tidak menyadari dan tidak dapat menyadari hal, bahwa “kebebasan” yang paling sempurna dan pembagian paling “adil” walaupun bahkan dari seluruh tanah bukan saja tidak menghancurkan kapitalisme, melainkan sebakinya, membentuk syarat-syarat untuk perkembangannya yang terutama luas dan terpaksa. Dan pada waktu, ketika Sosial-Demokrasi memilih dan mendukung hanya isi revolusioner demokratis dan cita-cita kaum tani itu, Sosialisme-burjuis kecil membuat ketidaksadaran kaum tani menjadi suatu teori, dengan mencampurbaurkan atau melebur menjadi satu syarat-syarat dan tugas-tugas dari revolusi yang sungguh-sungguh demokratis dan revolusi Sosialis yang direka-reka.
Pernyataan yang paling menyolok dari ideologi burjuis kecil yang tidak jelas ini adalah program, lebih tepat, rancangan program kaum “Sosialis-Revolusioner" [3], yang semakin kurang berkembang pada mereka bentuk-bentuk dan prasyarat-prasyarat kepartaian, semakin terburu-buru memproklamasikan dirinya sebagai partai. Waktu menganalisa rancangan program mereka (lihat Vperyod [4] , No. 3), kami sudah mempunyai kesempatan untuk menunjukkan, bahwa akar dari pandangan-pandangan kaum Sosialis-Revolusioner terletak pada Narodisme [5] Rusia lama. Tetapi karena seluruh perkembangan ekonomi Rusia, seluruh jalannya Revolusi Rusia tanpa ampun dan tanpa belaskasihan merenggutkan tiap hari dan tiap jam landasan dari tonggak-tonggak Narodisme murni, maka pandangan-pandangan kaum Sosialis-Revolusioner tidak boleh tidak akan menjadi elektis. Mereka berusaha menjerumat lobang-lobang Narodisme dengan tambalan-tambalan “kritik” oportunis yang menjadi mode terhadap Marxisme, tetapi pakaian yang lapuk tidak menjadi kuat karena itu. Pada umumnya dan dalam keseluruhannya program mereka adalah sesuatu yang mutlak tidak berjiwa, yang penuh pertentangan intern, yang dalam sejarah Sosialisme Rusia semata-mata menyatakan salah satu tahap pada jalan dari Rusia-penghambaan ke-Rusia burjuis, pada jalan “dari Narodisme ke Marxisme”. Definisi ini yang tipikal bagi serentetan aliran yang agak kecil dari fikiran revolusioner zaman sekarang, berlaku juga bagi rancangan yang terbaru dari program agraria Polska Partia Socyalistycna (PPS) [6] yang diterbitkan dalam No. 6-8 Przedswit [7].
Rancangan itu membagi program agraria menjadi dua bagian. Bagian I menguraikan “reforma-reforma yang untuk pelaksanaannya syart-syarat sosialnya telah matang”; bagian II “memformulasi penyempurnaan dan integrasi reforma-reforma agraria yang diuaraikan dibagian I”. Bagian I, pada gilirannya dibagi dalam tiga sub-bagian: A) perlindungan kerja – tuntutan-tuntutan demi keuntungan proletariat pertanian; B) reforma-reforma agraria (dalam arti kata yang sempit, atau kalau boleh dikatakan, tuntutan-tuntutan kaum tani) dan C) perlindungan penduduk desa (swatantra dan sebagainya).
Satu langkah ke arah Marxisme dalam program ini yalah percobaan memisahkan sesuatu yang menyerupai program minimum dari program maksimum – kemudian pengajuan secara samasekali bebas tuntutan-tuntutan yang berwatak proletar murni – selanjutnya, pengakuan dalam preambul program itu, bahwa bagi kaum Sosialis samasekali tidak diperbolehkan untuk “melakukan cara memuji-muji naluri-naluri pemilikan dari massa kaum tani”. Sesungguhnya, jika seandainya dipikirkan secara sungguh-sungguh kebenaran yang terkandung dalam ketentuan terakhir ini dan mengembangkannya dengan konsekwen sampai akhir, maka pasti akan terdapat program yang sungguh-sungguh Marxis. Tetapi di situlah celakanya, bahwa PPS, yang mengeruk ide-idenya dengan sama gairahnya dari mataair kritik oportunis terhadap Marxisme, bukanlah suatu partai proletar yang konsekwen. “Karena tendensi milik-tanah untuk pemusatan tidak terbukti”, kita baca di dalam preambul program, “maka adalah tak terbayangkan untuk tampil membela bentuk-bentuk ekonomi itu dengan penuh kejujuran dan kepercayaan dan meyakinkan kaum tani, bahwa usaha-usaha tani kecil tak dapat tidak akan lenyap”.
Itu tak lain daripada gema ekonomi politik burjuis. Ahli-ahli ekonomi burjuis dengan seluruh daya upauanya berusaha memaksakan kepada kaum tani-kecil suatu ide bahwa kapitalisme dapat dirangkaikan dengan kesejahteraan pemilik tanah-kecil. Mereka karena itu menyelubungi persoalan umum tentang ekonomi barang dagangan, tentang penindasan kapital, tentang kemeosotan dan perendahan perekonomian tani-kecil dengan soal khusus mengenai pemusatan pemilik-tanah. Mereka menutup mata terhadap hal, bahwa produksi besar-besaran dalam cabang-cabang perdagangan khusus dari pertanian juga berkembang pada pemilik tanah yang kecil maupun yang sedang, dan milik jenis ini sedang menjadi semakin merosot sebagai akibat naiknya sewa tanah, maupun di bawah beban penggadaian-penggadaian dan tekanan lintah darat. Mereka menghindari begitu saja suatu fakta yang tak dapat dibantah tentang keunggulan tehnis dari perusahaan besar di bidang pertanian dan meremehkan syarat-syarat hidup kaum tani dalam perjuangannya melawan kapitalisme. Dalam kata-kata PPS tidak ada apapun juga selain pengulangan prasangka-prasangka burjuis itu, yang dihidupkan kembali oleh para David-David [8] zaman sekarang.
Ketidak teguhan pandangan-pandangan teoritis mempengaruhi juga prgram praktis. Ambillah bagian I – reforma-reforma agraria dalam arti kata yang langsung. Di situ pihak kawan-kawan akan membaca pasal 5) “Penghapusan segala pembatasan dalam pembelian tanahpembagian-tanahpembagian dan 6) penghapusan szarwark-szarwark [9] dan pengangkutan wajib (rente berbentuk kerja)”. Itu adalah tuntgutan-tuntutan minimal yang betul-betul Marxis. Dengan menganjurkannya (terutama pasal 5), PPS maju selangkah ke depan dibandingkan dengan kaum Sosialis-Revolusioner kita, yang bersama dengan Moskovskiye Wedomosti [10] tertarik kepada hal-hal yang terkenal jelek itu – “tanahpembagian-tanahpembagian yang tak dapat pindah tangan”. Dengan mengajukannya, PPS mendekati ide Marxisme tentang perjuangan melawan sisa-sisa sistim penghambaan, sebagai dasar dan isi dari gerakan kaum tani sekarang. Tetapi dalam mendekati ide ini, PPS jauh dari menerima ide itu secara penuh dan sadar.
Pasal-pasal pokok dari program minimum yang kita tinjau berbunyi : “1) nasionalisasi tanah milik keluarga tsar, pemerintah dan milik gereja dengan jalan pensitaan; 2) nasionalisasi milik tanah besar kalau tak ada pewarisnya yang langsung; 3) nasionalisasi hutan, sungai dan danau”. Tuntutan-tuntutan itu mengandung semua kekurangan dari program yang mengutamakan untuk masa kini tuntutan nasionalisasi tanah. Selagi di hadapan kita belum ada kebebasan politik yang penuh dan otokrasi Rakyat, selagi belum ada republik demokratis, mengemukakan tuntutan nasionalisasi adalah belum pada waktunya dan tak masuk akal, sebab nasionalisasi adalah perpindahan milik ke tangan negara, sedangkan negara sekarang ini adalah negara kepolisian dan berklas, dan negara mendatang bagaimanapun akan berklas juga. Dan sebagai semboyan, yang membawa ke depan ke arah demokratasasi, tuntutan itu adalah terutama tidak berguna, sebab tuntutan itu memusatkan titik berat persoalan bukannya pada hubungan kaum tani dengan tuantanah (kaum tani mengambil tanah tuantanah), melainkan pada hubungan tuantanah dengan negara. Cara pengajuan masalah demikian adalah samasekali palsu untuk saat, ketika kaum tani dengan cara revolusioner berjuang untuk merebut tanah melawan tuantanah, maupun melawan negara tuantanah. Komite Revolusioner Kaum Tani untuk pensitaan, sebagai alat pensitaan, -- itulah semboyan satu-satunya yang sesuai dengan saat ini dan yang mendorong maju perjuangan klas melawan tuantanah dalam hubungan yang tak terpisahkan dengan pengahancuran secara revolusioner negara tuantanah.
Pasal-pasal yang lain dari program minimum agraria dalam rancangan PPS adalah sebagai berikut: “4) pembatasan hakmilik, karena ia sedang menjadi penghalang untuk segala macam perbaikan (miliorasi) dalam cocoktanam, ketika perbaikan-perbaikan itu akan diakui sebagai yang perlu oleh mayoritas mereka yang berkepentingan …….7) nasionalisasi asuransi gandum dari kebakaran dan kerugian karena hujam es dan ternak dari penyakit menular: 8) bantuan menurut undang-undang dari pihak negara kepada pembentukan artel-artel dan koperasi-koperasi cocoktanam; 9) sekolah-sekolah agronomi”.
Pasal itu seluruhnya sesuai dengan jiwa pandangan-pandangan kaum Sosialis-Revolusioner, atau (sama saja) seluruhnya sesuai dengan jiwa reformatorisme burjuis. Dalam pasal-pasal itu tidak ada sesuatu apapun yang revolsuioner. Pasal-pasal itu, tentu saja, adalah progresif, ini tidak dapat dibantah, tetapi pasal-pasal itu progresif dari sudut pandangan kepentingan-kepentingan kaum pemilik. Mengedepankannya oleh pihak kaum Sosialis berarti justru melakukan cara memuji-muji naluri-naluri pemilikan. Mengedepankannya berarti sama saja seperti menuntut dukungan negara terhadap trust, kartel, sindikat, perhimpunan-perhimpuan kaum industrialis, yang tidak kurang “prograsif” daripada koperasi, asuransi, dsb. Di bidang cocok tanam. Itu semua adalah kemajuan secara kapitalis. Mengkhawatirkan itu bukanlah urusan kita, melainkan urusan kaum majikan, pengusaha-pengusaha. Sosialisme proletar, berbeda dari Sisalisme burjuis-kecil, membiarkan Count de Rocquijny [11], tuantanah-tuantanah pemilik tanah, dsb. Untuk memperhatikan koperasi pemilik-pemilik tanah, besar dan kecil, -- sedangkan ia sepenuhnya dan semata-mata mengurus koperasi-koperasi pekerja-pekerja upahan dengan tujuan perjuangan melawan kaum majikan.
Lihatlah sekarang bagian ke-II dari program. Ia terdiri dari satu pasal seperti berikut:”Nasionalisasi tanah-milik besar dengan jalan pensitaan. Tanah-tanah yang dapat ditanami dan padang-padang rumput yang diperoleh Rakyat dengan cara demikian harus dibagikan habis menjadi tanahpembagian-tanahpembagian dan diserahkan kepada kaum tani yang tak punya tanah dan yang sedikit mempunyainya dengan sewa jangka panjang yang terjamin”.
“Penyempurnaan” yang baik, bukan main ! Partai yang menamakan dirinya Sosialis, dalam bentuk “penyempurnaan dan integrasi reforma-reforma agraria”, menyajikan samasekali bukan penyusunan Sosialis dari masyarakat, melainkan utopi burjuis-kecil yang bukan-bukan. Di hadapan kita terdapat contoh yang paling menyolok dari pengeliruan sepenuhnya revolusi demokratis dengan revolusi Sosialis, dan kegagalan sepenuhnya untuk memahami perbedaan dalam tujuan-tujuannya masing-masing.Perpindahan tanah dari tuantanah-tuantanah kepada kaum tani dapat merupakan – dan di mana saja di Eropa telah merupakan – bagian komponen dari revolusi demokratis, salah satu tingkatan dari revolusi burjuis, tetapi hanya kaum radikal burjuis dapat menamakannya penyempurnaan atau penyelesaian sampai akhir. Pembagian kembali tanah antara golongan pemilik yang ini atau itu, klas-klas majikan yang ini atau itu, mungkin menguntungkan dan perlu untuk kepentingan kemenangan demokrasi, untuk kepentingan penghapusan sampai se-akar-akarnya bekas-bekas sistim perhambaan, peningkatan taraf hidup massa, percepatan perkembangan kapitalisme, dsb., -- dukungan yang paling tegas terhadap tindakan semacam itu mungkin menjadi kewajiban bagi proletariat Sosialis dalam zaman revolusi demokratis, tetapi yang dapat menjadi “penyempurnaan dan penyelesaian sampai akhir” yalah hanya produski Sosialis, dan bukan produksi tani kecil, di mana masih tetap ada ekonomi barangdagangan dan kapitalisme, merupakan utopi burjuis-kecil reaksioner dan tak lebih dari itu.
Kita melihat sekarang, bahwa kesalahan pokok PPS bukanlah khas bagi dia saja, bukanlah suatu kejadian tersendiri atau suatu yang kebetulan.Ia menyatakan dalam bentuk yang lebih jelas dan terang (daripada “Sosialisasi” yang terkenal jelek itu dari kaum Sosialis-Revolusioner itu sendiri) kesalahan pokok dari seluruh Narodisme Rusia, seluruh liberalisme dan radikalisme burjuis Rusia dalam masalah agraria sampai pada macamnya yang menyatakan diri dalam perdebatan-perdebatan pada kongres kaum Zemstwo [12] baru-baru ini (September) di Moskwa.
Kesalahan pokok ini dapat dinyatakan seperti berikut: Dalam pengajuan tujuan-tujuan terdekat, program PPS tidak revolusioner. Dalam tujuan-tujuan terakhirnya, ia tidak Sosialis.
Dengan kata-kata lain: kegagalan untuk memahami perbedaan antara revolusi demokratis dan revolusi Sosialis menyebabkan hal, bahwa dalam tugas-tugas demokratis tidak dinyatakan segi-segi revolusionernya yang sungguh-sungguh, sedangkan ke dalam tugas Sosialis dimasukkan segala kekaburan pandangandunia burjuis demokratis. Akibatnya, di depan kita terdapat semboyan yang tidak cukup revolusioner bagi kaum demokrat dan yang kusut hingga tak dapat dimaafkan bagi kaum Sosialis.
Sebaliknya, program Sosial-Demokrasi memenuhi semua tuntutan dalam mendukung demokratisme yang betul-betul revolusioner, maupun dalam mengemukakan tujuan Sosialis yang jelas. Dalam gerakan kaum tani sekarang ini kita melihat perjuangan melawan sistim penghambaan, perjuangan melawan tuantanah dan negara tuantanah. Perjuangan itu kita dukung sampai akhir. Untuk dukungan seperti itu satu-satunya semboyan yang benar yalah: pensitaan melalui Komite-Komite Revolusioner Kaum Tani. Bagaimana selanjutnya dengan tanah yang disita, -- itu adalah persoalan sekunder. Bukan kita yang akan menyelesaikannya, tetapi kaum tani. Dalam penyelesaiannya justru akan mulai perjuangan antara proletariat dan burjuasi di kalangan kaum tani. Karena itulah kita membiarkan persoalan itu terbuka ( hal mana begitu tidak disenangi oleh pengkhayal-pengkhayal burjuis kecil), atau dari pihak kita hanya menunjukkan permulaan jalan yang harus ditempuh, yang menuntut perebutan bidang-bidang tanahpotongan [13] ( hal mana, bertentangan dengan penjelasan yang banyak jumlahnya dari Sosial-Demokrasi, orang-orang yang malas berfikir anggap sebagai perintang gerakan).
Hanya ada satu cara supaya reforma agraria yang tak terelakkan di Rusia sekarang, memainkan peranan yang demokratis-revolusioner: ia mesti dilaksanakan dengan inisiatif revolusioner dari kaum tani sendiri, bertentangan dengan tuantanah-tuantanah yang birokrasi, bertentangan dengan negara, yaitu ia mesti dilaksanakan dengan cara-cara revolusioner. Pembagian tanah secara paling jelek setelah perombakan semacam itu akan lebih baik daripada yang ada sekarang ini, ditinjau dari segala segi. Dan jalan inilah yang kita tunjukkan, sambil mengajukan sebagai yang pokok tuntutan pembentukan Komite-Komite Revolusioner Kaum Tani.
Akan tetapi di samping itu kita mengatakan kepada proletariat desa: “Kemenangan yang paling radikal dari kaum tani, yang kawan-kawan harus bantu sekarang dengan semua kekuatan, tidak akan membebaskan kawan-kawan dari kemelaratan. Untuk tujuan ini hanya ada satu cara: kemenangan seluruh proletariat pertanian – atas seluruh burjuasi, dan penyusunan masyarakat Sosialis”.
Bersama dengan kaum tani-majikan melawan tuantanah dan negara tuantanah, bersama dengan proletariat kota melawan seluruh burjuasi dan semua kaum tani pemilik. Beginilah semboyan proletariat desa yang sadar. Dan kalau majikan-majikan kecil tidak segera menerima semboyan ini atau bahkan kalaua mereka menolak menerimanya samasekali, semboyan ini bagaimanapun akan menjadi semboyan kaum buruh, ia akan apsti diperkuat oleh seluruh revolusi, ia akan menyelamatkan kita dari ilusi-ilusi burjuis kecil, ia akan menunjukkan kepada kita dengan jelas dan penuh ketentuan tujuan Sosialis kita.
Proletari, No.20
10 Oktober (27 September) 1905.
KETERANGAN:
[1] Artikel-artikel yang masuk dalam kumpulan karya ini ditulis oleh W.I. Lenin selama dan setelah revolusi Rusia pertama 1905-1907. Artikel-artikel ini menganalisa imbangan-imbangan kekuatan klas, mengkarakterisasi partai-partai politik dan menyelidiki pelajaran-pelajaran yang harus ditarik proletariat dari kalangan revolusi.
[2] Oswobozjdeniye – majalah tengah-bulanan, terbit di luarnegeri dari tanggal 18 Juni (1 Juli) 1902 sampai 5 (18) Oktober 1905 di bawah pimpinan P.B. Struwe. Majalah itu merupakan organ burjuasi liberal Rusia dan dengan konsekwen menjalankan ide-ide liberalisme monarki-moderat. Pada tahun 1903 di sekitar majalah itu terhimpun (dan pada Januari 1904 terbentuk) “Soyus Oswobozjdenia” (Perserikatan Kebebasan”), yang ada sampai bulan Oktober 1905. Bersama-sama dengan kaum Zemstwo-konstitusionalis, “kaum Oswobozjdeniye” menjadi inti dari partai Konstitusionil-Demokratis (Kadet) yang terbentu pada Oktober 1905 – Partai utama burjuasi monarki-liberal di Rusia.
[3] Kaum Sosialis-Revolusioner (Eser) – partai burjuis kecil di Rusia, timbul pada akhir tahun 1901 – awal tahun 1902. Kaum Eser tidak melihat adanya perbedaan klas antara proletariat dan kaum pemilik kecil, mengaburkan perpecahan dan kontradiksi klas di dalam kalangan kaum tani, menyangkal peranan pimpinan proletariat di dalam revolusi. Sebagai metode pokok perjuangan melawan otokrasi, kaum Eser memilih jalan teror perorangan.
Program agraria kaum Eser menuntut penghapusan milik perseorangan atas tanah dan perpindahannya pengurusan komune desa, pelaksanaan azas-azas “penyamarataan” dalam penggunaan tanah, dan juga mengembangkan koperasi. Dalam program itu, yang oleh kaum Eser dinamakan “sosialisasi tanah”, pada kenyataannya tak ada sesuatu yang bersifat Sosialis, karena produksi barang-dagangan dan perekonomian swasta atas tanah umum tidak menghilangkan kekuasaan kapital, tidak membebaskan kaum tani pekerja dari eksploitasi dan kebangkrutan. Akan tetapi tuntutan-tuntutan untuk penyamarataan dalam penggunaan tanah, biarpun tak bersifat Sosialis, dari sudut sejarah mempunyai sifat progresif revolusioner-demokratis, karena tuntutan-tuntutan itu ditujukan untuk melawan pemilikan tanah oleh tuantanah reaksioner.
Ketidak homogenan klas di kalangan kaum tani menyebabkan ketidakteguhan ideologi dan politik dan keterbengkalaian di dalam partai kaum Eser, kebimbangan yang tetap antara burjuasi liberal dan proletariat. Setelah revolusi 1905-1907 partai kaum Eser mengalami keruntuhan organisasi dan ideologi yang penuh.
[4] Vperyod – suratkabar harian ilegal Bolsyewik; diterbitkan di luarnegeri, di Jenewa, sejak tanggal 22 Desember 1904 (4Januari 1905) sampai tanggal 5 (18) Mei 1905. Suratkabar itu memainkan peranan besar dalam mempersatukan komite-komite setempat, dalam mengolah strategi dan taktik Partai dalam saat Revolusi Burjuis-Demokratis 1905-1907.Suratkabar itu dipimpin oleh W.I.Lenin
[5] Narodisme – aliran idologi-politik di Rusia, yang timbul pada tahun 70-an abad XIX. Ciri-ciri khas daripandangan dunia Narodisme adalah pengingkaran terhadap peranan pimpinan klas buruh dalam gerakan revolusioner; pandangan yang salah mengenai hal, bahwa revolusi Sosialis dapat dilaksanakan oleh pemilik-kecil, petani; tanggapan atas komune desa, yang dalam kenyataannya merupakan sisa-sisa feodalisme dan sistim perhambaan di pedesaan Rusia, sebagai sel Sosialisme, dsb. Sosialisme kaum Narodnik adalah Sosialisme utopis, kerena tidak bersandar pada perkembangan yang sesungguhnya dari masyarakat, melainkan merupakan hanya frase, angan-angan, perngharapan baik.
[6] PPS – Partai Sosialis Polandia – partai nasionalis reformis yang dibentuk pada tahun 1892. Pada tahun 1906 PPS pecah menjadi PPS “Kiri”, yang berada di bawah pengaruh kaum Bolsyewik, dan PPS – “Kanan” yang sovinis.
[7] Przedswit (Fajar) – majalah politik Partai Sosialis Polandia (PPS), terbit sejak tahun 1884 sampai tahun 1920.
[8] David, Eduard – salah seorang pemimpin oportunisme, seorang ahli ekonomi Jerman. Bukunya “Sosialisme dan Pertanian” Lenin menamakan sebagai “kerja pokok revisionis dalam soal agraria”.
[9] Szarwark – kerja-wajib di mana dipakai tenaga kerja manusia dan kuda-tarikan serta alat-alat pengangkutan lainnya, yang dikenakan pada kaum tani di Polandia dan dilaksanakan sebagai cara kerja paksa untuk membangun jalan-jalan, jembatan-jembatan dan obyek-obyek lain bagi penggunaan masyarakat dan negara.
[10] Moskowskiye Wedomosti—salah satu suratkabar yang paling tua di Rusia, terbit sejak tahun 1756 sampai 1917. Sejak tahun 1905 – adalah salahsatu suratkabar yang paling reaksioner.
[11] Rocquigny, Robert – ahli ekonomi burjuis Perancis.
[12] Kaum Zemstwo – tokoh-tokoh Zemstwo-Zemstwo – badan-badan pemerintah-sendiri setempat dengan hak-hak yang sangat terbatas, dipraktekkan di Gubernia-Gubernia Rusia Tengah sejak tahun 1864. Di antara kaum Zemstwo terdapat wakil-wakil kaum intelek dan tuantanah-tuantanah liberal, yang bersemangat oposisi terhadap otokrasi. Tetapi, sambil berada dalam oposisi, kaum Zemstwo pada waktu itu juga takut akan perkembangan selanjutnya dari revolusi tahun 1905-1907
[13] Tanahpotongan – bidang-bidang tanah, yang diambil oleh tuantanah dari kaum tani pada waktu pembatalan sistim perhambaan di Rusia pada tahun 1861.
IMF Setujui Reformasi Mengenai Hak Suara
Direktur pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Dominique Strauss-Kahn menyatakan bahwa badan direktur eksekutif IMF sudah menyetujui reformasi terkait hak dalam voting di IMF.
“Reformasi sepenuhnya akan diadopsi oleh dewan pengurus,” kata pejabat IMF dalam sebuah konferensi pers di Washington.
Ditambahkan, pihaknya akan berkomitmen untuk mengalihkan sebagian besar kuota atau kekuatan voting dari negara-negara maju kepada negara-negara berkembang yang ekonominya cukup dinamis.
Dalam reformasi baru itu, lebih dari 6% suara akan bergeser ke tangan negara berkembang, dan Tiongkok akan menjadi anggota terbesar ketiga dalam organisasi internasional yang berbasis di Washington tersebut.
Strauss Kahn menilai keputusan ini sebagai langkah penting untuk keterwakilan dan legitimasi IMF di mata angota-anggotanya.
Dia mengakui bahwa reformasi IMF telah mengambil banyak energy dan waktu sejak tahun lalu. “Saya sangat senang masalah ini bisa diselesaikan,” katanya.
AS Masih Memegang Hak Veto
Sementara pejabat senior di kementerian Luar Negeri Tiongkok pada hari jumat mengatakan langkah perubahan kuota atau redistribusi kekuasaan ini sebagai langkah awal untuk reformasi IMF.
Dalam pertemuan G-20 di Soul, Korea Selatan, pada oktober lalu, para menteri G20 setuju dengan pengalihan sekitar 6% suara di IMF kepada sejumlah negara berkembang yang tumbuh paling pesat.
Dalam pertemuan itu disuarakan untuk dialihkan kepada negara-negara baru yang belum terwakili, seperti Tiongkok, India dan Brazil.
Meski demikian, Amerika Serikat tetap akan memegang hak veto atas keputusan-keputusan penting.
Setiap keputusan penting memerlukan dukungan 85% suara, sedangkan Amerika Serikat sudah mengantongi 17% suara. Situasi ini akan tetap memberi keuntungan kepada negara imperialis ini.
Puluhan Ribu Rakyat Korea Protes Pertemuan G-20
Sedikitnya 40.000 ribu anggota serikat buruh, mahasiswa, dan aktivis melancarkan protes terkait pelaksanaan pertemuan G-20 di Soul, Korea selatan.
Demonstran menyerukan penentangan terhadap agenda G-20 dan meneriakkan slogan-slogan anti-globalisasi.
Mereka mengatakan pertemuan G-20 tidak memfokuskan pembicaraan mengenai penciptaan lapangan pekerjaan dan kesejahteraan sosial.
Meskipun demonstran hanya melancarkan aksi damai, namun polisi anti-huruhara langsung menyerang demonstran dan menyemprotkan lada pada kerumunan demonstran dan memaksa mereka untuk mundur.
Sebuah laporan menyebutkan bahwa Polisi menangkap empat orang demonstran saat bentrokan berlangsung.
Aksi ini sebagian besar diorganisir oleh Konfederasi Serikat Buruh Korea (KCTU), serikat buruh terbesar di negeri itu.
Menentang FTA dengan AS
Para demonstran juga menyatakan penolakan terkait persetujuan Free Trade Agreement Korea Selatan-AS.
Salah satu isu penting dari kesepakatan ini adalah permintaan AS agar Korsel memberikan konsensi terkait sektor industri otomotif dan daging.
Serikat buruh memperingatkan bahwa negaranya tidak akan mendapatkan keuntungan apa-apa dari skema perdagangan ini dan meminta pemerintah untuk tidak bertindak gegabah.
Mahasiswa Korban Merapi Butuh Keringanan Biaya Kuliah
Letusan merapi beberapa hari yang lalu bukan saja meninggalkan duka mendalam bagi para korban, tetapi juga menciptakan kesulitan-kesulitan untuk menjalani hidup di hari esok.
Kesulitan besar kini sedang dialami sejumlah mahasiswa korban letusan merapi. Mereka mengaku mengalami kesulitan untuk membiayai kuliahnya karena sebagian besar harta benda telah ditelan oleh amukan merapi.
Seperti dirasakan oleh Reni, mahasiswa Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah di kampus UAD Yogyakarta. Selain kehilangan rumahnya, Reni juga kehilangan ayah tercinta yang selama ini menjadi penopang ekonomi keluarganya.
Nasib serupa juga dialami oleh Gladian Listy Raharjo, mahasiswa pendidikan bahasa Inggris di kampus UST, ) yang rumahnya terletak tidak jauh dari merapi, tepatnya di desa sawungan. Gladian juga mengaku kehilangan rumahnya dan kini menjadi pengungsi di stadion Maguwoharjo.
“Kami mengharapkan keringanan biaya kuliah karena rumah kami hancur dan kiranya pihak universitas ikut membantu,” katanya.
Angin Segar
Pada hari jumat lalu, Ketua Dewan Pertimbangan Forum Rektor Indonesia, Prof Dr H Edy Suandi Hamid, yang juga merupakan Rektor Universitas Islam Indonesia (UII), menghimbau agar perguruan tinggi dapat memberikan perlakuan khusus pada mahasiswa atau keluarganya yang menjadi korban.
“Diharapkan dapat memberikan perlakuan khusus pada mahasiswa atau keluarganya yang menjadi korban, baik pemberian bantuan hidup, beasiswa maupun penghapusan SPP,” katanya kepada wartawan.
Selain itu, professor juga menganjurkan agar relawan dan bantuan dari lembaga pendidikan tinggi tidak hanya pada masa tanggap darurat, tetapi juga penanganan pasca bencana.
Sepenggal cerita mengenai keberhasilan aktivis mahasiswa menggagalkan perdagangan
Cerita menarik datang dari kawan-kawan Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) kota Banyumas. Mereka baru saja berhasil menggagalkan rencana perdagangan manusia oleh sebuah yayasan penyalur TKI fiktif.
Menurut penuturan Alvin Yulityas, salah seorang aktivis LMND Banyumas, aksi penggagalan ini berawal dari laporan LSM Seruni, bahwa ada sebuah yayasan penyalur TKI fiktif sedang menyekap sejumlah perempuan.
Segera setelah mendapatkan kabar itu, para aktivis LMND ini mendatangi rumah korban untuk mengecek kebenaran informasi ini. Mereka mendatangi rumah ibu Sri, salah seorang korban.
Kepada para aktivis LMND, keluarga Ibu Sri menceritakan bahwa seorang yang mengaku ketua yayasan TKI di Purwekerto mendatangi rumah korban dan menjemput paksa.
Setelah diteliti keberadaan yayasan yang dimaksud, diketahui adanya indikasi perdagangan manusia (human trafficking) karena sejumlah keganjilan, seperti yayasan tersebut tidak terdaftar di Disnaker dan pemalsuan sejumlah dokumen.
Segera setelah itu, aktivis LMND ini meluncur ke tempat yang diindikasikan tempat menyekap para korban. Menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, aktivis pun melaporkan kejadian ini ke Polisi.
Sempat terjadi adu mulut antara aktivis dan pelaku, sebelum akhirnya polisi datang dan menangkap pelaku. Saat berita ini diturunkan, pelaku sedang menjalani pemeriksaan di kantor Polisi.
Modus Operandi
Modus operandi para pelaku tergolong sangat kasar. Awalnya, pelaku menjerat para calon korbannya dengan membuat mereka berutang, yaitu dengan memberikan pelatihan kerja dan bahasa.
“Jadi, korban ini dibawa ke Jakarta, lalu diberi pelatihan. Setelah itu, mereka dianggap berutang. Nah, itulah alasan untuk melakukan jemput paksa,” ujar Alvin dalam wawancara dengan Berdikari Online.
Tidak hanya itu, setelah para korban dibawa paksa dan ditaruh di penampungan sementara, para pelaku membuat dokumen-dokumen palsu mengenai identitas para korban, seperti Kartu Keluarga, SKCK, dan paspor.
Anehnya, setelah dicek ke pihak terkait macam Disnaker, ternyata yayasan-yayasan penyalur TKI itu tidak memiliki ijin resmi dan tidak terdaftar.
Memanfaatkan Kemiskinan
Kondisi kemiskinan menjadi lahan subur bagi pelaku kejahatan perdagangan manusia untuk melancarkan aksinya.
Di desa-desa misanya, rakyat semakin sulit mendapatkan pekerjaan tambahan, terlebih sektor pertanian sudah tidak lagi menjanjikan. Sementara di kota-kota besar, seperti Jakarta, Surabaya, Semarang, dll, situasinya tidak lebih baik: mencari lapangan pekerjaan sama sulitnya dengan mencari jarum di tengan lautan.
Para pelaku kejahatan datang menawarkan mimpi, yaitu pekerjaan yang baik di luar negeri, upah yang tinggi, dan kemudahan untuk diberangkatkan.
Meskipun kisah pilu para TKI di luar negeri sudah terdengar hampir setiap hari di layar kaca, tetapi tetap saja banyak rakyat Indonesia yang menaruh mimpi untuk sukses di luar negeri.
Gerakan Anti-Nuklir Di Jerman
Sejak kemarin aktivis anti-nuklir di jerman menggelar demonstrasi besar-besaran untuk menentang pengangkutan sampah nuklir lewat jalur kereta api dari perancis menuju kota Gorleben, Jerman utara, tempat dimana sampah nuklir itu akan disimpan.
Media setelah melaporkan antara 30.000 sampai 50.000 aktivis menduduki lapangan, jalan, dan jalur kereta di sebelah utara kota Danneberg.
Kereta tersebut diperkirakan membawa 123 ton limbah radio-aktif menuju kota Dannenberg, sebelum akhirnya diangkut menuju tempat penyimpanan terakhir di kota Gorleben.
Polisi menggunakan pentungan, semprotan merica, dan gas air mata untuk membubarkan demonstran yang memblokade jalur kereta api.
Demonstran berusaha membalas dengan menggunakan kembang api dan lemparan batu. Namun, polisi bertindak brutal dengan memukuli dan menangkap sejumlah demonstran.
Demonstran berusaha menggali lubang dibawah rel, sebagai cara untuk memutus laju kereta pembawa limbah nuklir—yang disebut juga “roda Chernobyl”.
Polisi terpaksa harus membersihkan 60-an traktor yang memblokir jalan utama antara Dannenberg dan Gorleben, sekitar 12 kilometer dari gudang penyimpanan.
Terbesar dalam 30 tahun terakhir
Demonstrasi kali ini disebut-sebut aksi anti-nuklir terbesar dalam 30 tahun terakhir di Jerman. Demonstrasi ini diorganisasikan oleh Partai Hijau (Die Grünen) dan Partai Kiri (Die Linke).
Wolfgang Ehmke, salah seorang jurubicara aksi ini, mengatakan bahwa usaha menganggu pengiriman melalui blockade bukan hanya untuk menunda kedatangan limbah nuklir, tetapi juga untuk melawan kebijakan nuklir terbaru pemerintahan konservatif-liberal, Angela Merkel.
Pemerintahan Merkel baru saja memperpanjang jangka waktu operasi PLTN yang ada, yaitu sekitar 8 sampai 14 tahun.
Jajak pendapat memperlihatkan bahwa mayoritas rakyat Jerman menentang perluasan pengembangan nuklir. Namun, pemerintahan Angela Merkel menganggap tenaga nuklir sebagai jembatan teknologi yang diperlukan untuk menutupi kebutuhan negara.
Sebaliknya, partai hijau beranggapan bahwa perluasan tenaga nuklir akan menghambat pengembangan energi alternatif yang ramah lingkungan.
Claudia Roth, seorang politisi terkemuka partai hijau, mengatakan pada akhir pekan ini bahwa pihaknya akan membawa isu nuklir dalam pemilu negara pada tahun 2013 mendatang.
Oposisi hijau dan Sosial demokrat berjanji untuk memerangi kebijakan nuklir di mahkamah konstitusi Jerman. Jajak pendapat menunjukkan bahwa, jika pemilu diselenggarakan sekarang, maka oposisi akan dengan mudah mengalahkan Merkel.
Minggu, 07 November 2010
SEMAUN
Semaun (lahir di kota kecil Curahmalang, Mojokerto, Jawa Timur sekitar tahun 1899 dan wafat pada tahun 1971) adalah Ketua Umum Pertama Partai Komunis Indonesia (PKI).
Masa kecil
Semaun adalah anak Prawiroatmodjo, pegawai rendahan, tepatnya tukang batu, di jawatan kereta api. Meskipun bukan anak orang kaya maupun priayi, Semaoen berhasil masuk ke sekolah Tweede Klas (sekolah bumiputra kelas dua) dan memperoleh pendidikan tambahan bahasa Belanda dengan mengikuti semacam kursus sore hari. Setelah menyelesaikan sekolah dasar, ia tidak dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih tinggi. Karena itu, ia kemudian bekerja di Staatsspoor (SS) Surabaya sebagai juru tulis (klerk) kecil.
Politik
Kemunculannya di panggung politik pergerakan dimulai di usia belia, 14 tahun. Saat itu, tahun 1914, ia bergabung dengan Sarekat Islam (SI) afdeeling Surabaya. Setahun kemudian, 1915, bertemu dengan Sneevliet dan diajak masuk ke Indische Sociaal-Democratische Vereeniging, organisasi sosial demokrat Hindia Belanda (ISDV) afdeeling Surabaya yang didirikan Sneevliet dan Vereeniging voor Spoor-en Tramwegpersoneel, serikat buruh kereta api dan trem (VSTP) afdeeling Surabaya. Pekerjaan di Staatsspoor akhirnya ditinggalkannya pada tahun 1916 sejalan dengan kepindahannya ke Semarang karena diangkat menjadi propagandis VSTP yang digaji. Penguasaan bahasa Belanda yang baik, terutama dalam membaca dan mendengarkan, minatnya untuk terus memperluas pengetahuan dengan belajar sendiri, hubungan yang cukup dekat dengan Sneevliet, merupakan faktor-faktor penting mengapa Semaoen dapat menempati posisi penting di kedua organisasi Belanda itu.
Di Semarang, ia juga menjadi redaktur surat kabar VSTP berbahasa Melayu, dan Sinar Djawa-Sinar Hindia, koran Sarekat Islam Semarang. Semaoen adalah figur termuda dalam organisasi. Di tahun belasan itu, ia dikenal sebagai jurnalis yang andal dan cerdas. Ia juga memiliki kejelian yang sering dipakai sebagai senjata ampuh dalam menyerang kebijakan-kebijakan kolonial.
Pada tahun 1918 dia juga menjadi anggota dewan pimpinan di Sarekat Islam (SI). Sebagai Ketua SI Semarang, Semaoen banyak terlibat dengan pemogokan buruh. Pemogokan terbesar dan sangat berhasil di awal tahun 1918 dilancarkan 300 pekerja industri furnitur. Pada tahun 1920, terjadi lagi pemogokan besar-besaran di kalangan buruh industri cetak yang melibatkan SI Semarang. Pemogokan ini berhasil memaksa majikan untuk menaikkan upah buruh sebesar 20 persen dan uang makan 10 persen.
Bersama-sama dengan Alimin dan Darsono, Semaoen mewujudkan cita-cita Sneevliet untuk memperbesar dan memperkuat gerakan komunis di Hindia Belanda. Sikap dan prinsip komunisme yang dianut Semaoen membuat renggang hubungannya dengan anggota SI lainnya. Pada 23 Mei 1920, Semaoen mengganti ISDV menjadi Partai Komunis Hindia. Tujuh bulan kemudian, namanya diubah menjadi Partai Komunis Indonesia dan Semaoen sebagai ketuanya.
PKI pada awalnya adalah bagian dari Sarekat Islam, tapi akibat perbedaan paham akhirnya membuat kedua kekuatan besar di SI ini berpisah pada bulan Oktober 1921. Pada akhir tahun itu juga dia meninggalkan Indonesia untuk pergi ke Moskow, dan Tan Malaka menggantikannya sebagai Ketua Umum. Setelah kembali ke Indonesia pada bulan Mei 1922, dia mendapatkan kembali posisi Ketua Umum dan mencoba untuk meraih pengaruhnya kembali di SI tetapi kurang berhasil.
Pengasingan
Pada tahun 1923, VSTP merencanakan demonstrasi besar-besaran dan langsung dihentikan oleh pemerintah kolonial Belanda, dan setelah itu Semaun diasingkan ke Belanda. Selama masa pengasingannya dia kembali ke Uni Sovyet, dimana dia tinggal disana lebih dari 30 tahun. Pada masa itu dia tetap menjadi aktivis tapi hanya dalam aksi-aksi terbatas, berbicara beberapa kali di Perhimpunan Indonesia, organisasi mahasiswa di Belanda pada masa itu. Dia juga sempat belajar di Universitas Tashkent untuk beberapa waktu.
Selama pembuangan ke Eropa, Semaoen aktif di Executive Committee of the Comintern, Komite Eksekutif Komunis Internasional (ECCI). Setelah beberapa tahun tinggal di Belanda, Semaoen lalu menetap di Uni Soviet dan menjadi warga negara di sana. Ia pernah bekerja sebagai pengajar bahasa Indonesia dan penyiar berbahasa Indonesia pada radio Moscow. Puncak "karirnya" adalah ketika diangkat oleh Stalin menjadi pimpinan Badan Perancang Negara (Gozplan) di Tajikistan.
Setelah masa pengasingannya dia kembali ke Indonesia, dan pindah ke Jakarta. Kepulangan Semaoen ke Indonesia pada tahun 1953 merupakan inisiatif Iwa Kusumasumantri. Semaoen, Iwa, dan Sekjen Partai Komunis Iran mengawini tiga putri kakak-adik yang saat itu bekerja dalam Comintern. Saat kembali ke Indonesia dalam usia setengah abad lebih, Semaoen telah terputus dari PKI, partai yang ia dirikan. Dari tahun 1959 sampai dengan tahun 1961 dia bekerja sebagai pegawai pemerintah. Dia juga mengajar mata kuliah ekonomi di Universitas Padjadjaran, Bandung.
Referensi
Masa kecil
Semaun adalah anak Prawiroatmodjo, pegawai rendahan, tepatnya tukang batu, di jawatan kereta api. Meskipun bukan anak orang kaya maupun priayi, Semaoen berhasil masuk ke sekolah Tweede Klas (sekolah bumiputra kelas dua) dan memperoleh pendidikan tambahan bahasa Belanda dengan mengikuti semacam kursus sore hari. Setelah menyelesaikan sekolah dasar, ia tidak dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih tinggi. Karena itu, ia kemudian bekerja di Staatsspoor (SS) Surabaya sebagai juru tulis (klerk) kecil.
Politik
Kemunculannya di panggung politik pergerakan dimulai di usia belia, 14 tahun. Saat itu, tahun 1914, ia bergabung dengan Sarekat Islam (SI) afdeeling Surabaya. Setahun kemudian, 1915, bertemu dengan Sneevliet dan diajak masuk ke Indische Sociaal-Democratische Vereeniging, organisasi sosial demokrat Hindia Belanda (ISDV) afdeeling Surabaya yang didirikan Sneevliet dan Vereeniging voor Spoor-en Tramwegpersoneel, serikat buruh kereta api dan trem (VSTP) afdeeling Surabaya. Pekerjaan di Staatsspoor akhirnya ditinggalkannya pada tahun 1916 sejalan dengan kepindahannya ke Semarang karena diangkat menjadi propagandis VSTP yang digaji. Penguasaan bahasa Belanda yang baik, terutama dalam membaca dan mendengarkan, minatnya untuk terus memperluas pengetahuan dengan belajar sendiri, hubungan yang cukup dekat dengan Sneevliet, merupakan faktor-faktor penting mengapa Semaoen dapat menempati posisi penting di kedua organisasi Belanda itu.
Di Semarang, ia juga menjadi redaktur surat kabar VSTP berbahasa Melayu, dan Sinar Djawa-Sinar Hindia, koran Sarekat Islam Semarang. Semaoen adalah figur termuda dalam organisasi. Di tahun belasan itu, ia dikenal sebagai jurnalis yang andal dan cerdas. Ia juga memiliki kejelian yang sering dipakai sebagai senjata ampuh dalam menyerang kebijakan-kebijakan kolonial.
Pada tahun 1918 dia juga menjadi anggota dewan pimpinan di Sarekat Islam (SI). Sebagai Ketua SI Semarang, Semaoen banyak terlibat dengan pemogokan buruh. Pemogokan terbesar dan sangat berhasil di awal tahun 1918 dilancarkan 300 pekerja industri furnitur. Pada tahun 1920, terjadi lagi pemogokan besar-besaran di kalangan buruh industri cetak yang melibatkan SI Semarang. Pemogokan ini berhasil memaksa majikan untuk menaikkan upah buruh sebesar 20 persen dan uang makan 10 persen.
Bersama-sama dengan Alimin dan Darsono, Semaoen mewujudkan cita-cita Sneevliet untuk memperbesar dan memperkuat gerakan komunis di Hindia Belanda. Sikap dan prinsip komunisme yang dianut Semaoen membuat renggang hubungannya dengan anggota SI lainnya. Pada 23 Mei 1920, Semaoen mengganti ISDV menjadi Partai Komunis Hindia. Tujuh bulan kemudian, namanya diubah menjadi Partai Komunis Indonesia dan Semaoen sebagai ketuanya.
PKI pada awalnya adalah bagian dari Sarekat Islam, tapi akibat perbedaan paham akhirnya membuat kedua kekuatan besar di SI ini berpisah pada bulan Oktober 1921. Pada akhir tahun itu juga dia meninggalkan Indonesia untuk pergi ke Moskow, dan Tan Malaka menggantikannya sebagai Ketua Umum. Setelah kembali ke Indonesia pada bulan Mei 1922, dia mendapatkan kembali posisi Ketua Umum dan mencoba untuk meraih pengaruhnya kembali di SI tetapi kurang berhasil.
Pengasingan
Pada tahun 1923, VSTP merencanakan demonstrasi besar-besaran dan langsung dihentikan oleh pemerintah kolonial Belanda, dan setelah itu Semaun diasingkan ke Belanda. Selama masa pengasingannya dia kembali ke Uni Sovyet, dimana dia tinggal disana lebih dari 30 tahun. Pada masa itu dia tetap menjadi aktivis tapi hanya dalam aksi-aksi terbatas, berbicara beberapa kali di Perhimpunan Indonesia, organisasi mahasiswa di Belanda pada masa itu. Dia juga sempat belajar di Universitas Tashkent untuk beberapa waktu.
Selama pembuangan ke Eropa, Semaoen aktif di Executive Committee of the Comintern, Komite Eksekutif Komunis Internasional (ECCI). Setelah beberapa tahun tinggal di Belanda, Semaoen lalu menetap di Uni Soviet dan menjadi warga negara di sana. Ia pernah bekerja sebagai pengajar bahasa Indonesia dan penyiar berbahasa Indonesia pada radio Moscow. Puncak "karirnya" adalah ketika diangkat oleh Stalin menjadi pimpinan Badan Perancang Negara (Gozplan) di Tajikistan.
Setelah masa pengasingannya dia kembali ke Indonesia, dan pindah ke Jakarta. Kepulangan Semaoen ke Indonesia pada tahun 1953 merupakan inisiatif Iwa Kusumasumantri. Semaoen, Iwa, dan Sekjen Partai Komunis Iran mengawini tiga putri kakak-adik yang saat itu bekerja dalam Comintern. Saat kembali ke Indonesia dalam usia setengah abad lebih, Semaoen telah terputus dari PKI, partai yang ia dirikan. Dari tahun 1959 sampai dengan tahun 1961 dia bekerja sebagai pegawai pemerintah. Dia juga mengajar mata kuliah ekonomi di Universitas Padjadjaran, Bandung.
Referensi
- Jarvis, Helen (1991). Notes and appendices for Tan Malaka, From Jail to Jail. Athens, Ohio: Ohio University Center for International Studies.
- Kahin, George McT. (1952) Nationalism and revolution in Indonesia. Ithaca, New York:Cornell University Press.
- Ricklefs, M.C. (2001) A history of modern Indonesia since c.1200 3rd ed. Stanford, California:Stanford University Press
Materialisme Diaektik Historis
Materialisme Diaektik Historis
BAB I
PENDAHULUAN
Arti dan Kategori Filsafat
Filsafat adalah pandangan tentang dunia dan alam yang dinyatakan secara teori. Filsafat adalah suatu ilmu dan suatu metode berpikir atau cara berpikir untuk memecahkan problem-problem gejala alam dan masyarakat. Filsafat merupakan sikap hidup manusia dan sebagai pe-doman untuk bertindak dalam menghadapi gejala-gejala alam dan masyarakat. Namun, filsafat bukan berarti suatu kepercayaan yang dogmatis dan membuta.
Filsafat mempersoalkan tentang masalah-masalah etika/moral, estetika/seni, sosi-al/politik, epistemologi/tentang pengetahuan, ontologi/tentang manusia. Kategori persoalan filsa-fat meliputi soal-soal hubungan antara bentuk dan isi, sebab dan akibat, gejala dan hakekat, ke-harusan dan dan kebetulan, keumuman dan kekhususan.
Filsafat mempersoalkan soal-soal yang pokok. Sedangkan soal yang terpokok dari persoalan filsafat adalah soal hubungan antara ide dan materi, fikiran dan keadaan. Mana yang primer dan mana yang sekunder di antara keduanya itu, ide atau materi, pikiran atau keadaan. Jawaban dari persoalan terpokok tersebut akan membagi semua aliran filsafat menjadi dua kubu, kubu filsafat Idealisme dan kubu filsafat Materialisme.
Semua aliran filsafat yang memandang dan menyatakan ide atau pikiran sebagai hal yang primer, dan materi atau keadaan sebagai suatu hal yang sekunder, termasuk dalam kubu filsafat Idealisme. Sebaliknya, semua aliran filsafat yang memandang dan menyatakan materi atau keadaan sebagai hal yang primer, dan ide atau pikiran sebagai hal yang sekunder, termasuk dalam kubu filsafat Materialisme.
Aliran dan Kubu Filsafat
Filsafat mempunyai banyak sekali aliran. Tapi dari semua aliran yang banyak sekali itu bisa dibagi hanya dalam dua kubu, yakni kubu filsafat Idealisme dan kubu filsafat Materialisme. Aliran pokok filsafat adalah Idealisme dan Materialisme. Tapi, di samping dua aliran yang pokok itu, terdapat pula aliran filsafat dualisme.
Walau begitu, aliran filsafat dualisme pada hakekatnya adalah aliran filsafat idealisme juga karena pandangannya didasarkan pada ide yang mereka reka. Filsafat dualisme meman-dang ide dan materi, pikiran dan keadaan, sebagai hal yang kedua-duanya primer atau tidak ada yang sekunder. Pandangan seperti itu pasti tidak berdasarkan atas kenyataan. Itulah idea-lismenya filsafat dualisme.
Watak dan Kelas Filsafat
Filsafat selalu mencerminkan watak dan mewakili kepentingan kelas tertentu. Karena itu filsafat selalu mempunyai dan merupakan watak dari suatu kelas.
Filsafat idealisme mencerminkan watak dan mewakili kepentingan kelas pemilik alat pro-duksi yang menindas dan menghisap yaitu kelas-kelas tuan budak atau pemilik budak, kelas tuan feodal atau tuan tanah, kelas borjuis atau kapitalis dan sebagainya. Tetapi sebaliknya, filsafat materialisme mencerminkan watak dan mewakili kepentingan kelas bukan pemilik alat produksi yang tertindas dan terhisap, yaitu klas buruh dsb. Sedang filsafat dualisme mencerminkan watak dan mewakili kepentingan klas pemilik alat produksi tapi yang tertindas dan juga terhisap yaitu klas borjuis kecil dsb.
Pentingnya Berfilsafat dan Cara Belajar Berfilsafat
Berfilsafat itu penting. Dengan berfilsafat, orang akan mempunyai pedoman untuk bersi-kap dan bertindak secara sadar dalam menghadapi gejala-gejala yang timbul dalam alam dan masyarakat. Kesadaran tersebut akan membuat sesorang menjadi tidak mudah digoyahkan dan diombang-ambingkan oleh timbul-tenggelamnya gejala-gejala yang dihadapi.
Sedangkan untuk berfilsafat, orang harus belajar filsafat. Dan belajar filsafat harus de-ngan cara yang benar. Cara belajar filsafat adalah harus menangkap ajaran dan pengertiannya secara ilmu, lalu memadukan ajaran dan pengertiannya itu dengan praktek. Selanjutnya me-ngambil pengalaman dari praktek itu, dan kemudian menyimpulkan praktek itu secara ilmu.
Arti Berfilsafat
Berfilsafat berarti bersikap dan bertindak secara sadar berdasarkan ilmu dan metode berpikir terhadap gejala-gejala alam dan masyarakat yang dihadapi.
Berfilsafat bukan bersikap dan bertindak secara tradisi, menurut kebiasaan atau ber-dasarkan naluri turun-temurun dalam menghadapi dan memecahkan problem-problem gejala-gejala itu.
Filsafat Materialisme Dialektika dan Historis (MDH)
a. Arti MDH.
Materialisme Dialektik berarti pandangannya secara materialis dan metodenya secara dialektis. Sedangkan materialisme historis berarti materialisme dialektik yang diterapkan dalam gejala sosial atau masyarakat.
b. Lahirnya MDH dan Penciptanya.
Filsafat MDH lahir sesudah lahirnya berbagai macam filsafat yang pandangannya materialis atau yang metodenya dialektis. Sedangkan penciptanya adalah Karl Marx. Filsafat MDH diciptakan oleh Karl Marx dan menjadi filsafat Marxisme.
Filsafat MDH merupakan hasil kesimpulan dan ciptaan Karl Marx belajar dan mengambil dari kebenaran ajaran pandangan filsafat materialisme Feuerbach dan metode filsafat dialektik Hegel. Karl Marx mengambil isinya yang benar dari pandangan materialis filsafat Feuerbach dan membuang kulitnya yang salah dari metodenya yang metafisis. Selanjutnya Karl Marx mengambil isinya yang benar dari metode dialektis filsafat Hegel dan membuang kulitnya yang salah dari pandangannya yang idealis.
Karl Marx menerima kebenaran pandangan materialisme filsafat Feuerbach, tetapi meno-lak kesalahan metodenya yang metafisis. Dan Karl Marx juga menerima kebenaran metode dia-lektis filsafat Hegel, tapi menolak kesalahan pandangannya yang idealis.
Kesimpulan dari itu, maka Karl Marx menciptakan filsafat MDH dan lahirlah filsafat MDH Karl Marx.
c. Ciri dan watak kelas MDH
Ciri-ciri filsafat MDH ialah ilmiah, obyektif, universil, praktis, lengkap dan revolusioner.
- Ilmiah karena metodenya dialektis.
- Obyektif karena pandangannya materialis.
- Universil karena ajarannya tidak hanya berlaku di dalam alam saja, tetapi juga berlaku di da-
lam masyarakat.
- Praktis karena ajarannya dapat dibuktikan dan dilaksanakan.
- Lengkap karena ajarannya tidak hanya bicara soal alam, tapi juga soal masyarakat.
- Revolusioner karena ajarannya selalu berpihak kepada apa yang sedang tumbuh dan akan me-lawan apa yang sedang melayu berdasarkan hukum perkembangannya. Selanjutnya, selalu me- nuntut adanya penghancuran terhadap apa yang sudah tua, dan membangun yang baru dan yang lebih maju.
Filsafat MDH mencerminkan watak dan mewakili kepentingan kelas bukan pemilik alat produksi yaitu kelas buruh atau kelas proletar yang terhisap dan tertindas, serta merupakan satu-satunya filsafat yang berpihak kepada kelas buruh atau kelas proletar itu.
d. MDH dan Kelas buruh serta Peranannya
Filsafat MDH merupakan senjata moral bagi perjuangan kelas buruh. Tanpa filsafat MDH, perjuangan kelas buruh tidak akan mempunyai kekuatan raksasa. Perjuangannya tidak akan mencapai hasil yang fundamental, dan akan gagal. Sebaliknya, kelas buruh merupakan senjata material bagi filsafat MDH. Tanpa kelas buruh, filsafat MDH tidak akan mempunyai kekuatan dan tidak akan ada artinya sebagai ilmu sosial. Sebab, hanya kelas buruh yang mampu dan konsekuen melaksanakan ajaran filsafat MDH di dalam praktek.
e. Pentingnya berfilsafat MDH
Filsafat MDH adalah filsafat yang benar. Karena itu berfilsafat MDH penting. Dengan berfilsafat MDH, orang akan memiliki ilmu berpikir, pandangan, dan metode berpikir yang benar. Dengan itu berarti mempunyai pedoman yang tepat untuk mengambil sikap dan bertindak yang tepat dalam menghadapi gejala-gejala dan memecahkan problem-problemnya yang timbul di dalam alam dan masyarakat.
Dengan begitu, orang yang berfilsafat MDH akan memiliki pandangan yang jauh ke de-pan dan revolusioner. juga akan mempunyai sikap yang teguh dan konsekuen, tidak mudah digo-yahkan dan diombang-ambingkan oleh keadaan atau oleh gejala-gejala yang dihadapi.
f. Cara belajar filsafat MDH
Filsafat MDH adalah suatu ilmu dan merupakan senjata perjuangan revolusioner kelas buruh atau kelas yang tertindas dan terhisap. Karena itu belajar filsafat MDH harus secara ilmiah dan berwatak kelas buruh, yakni:
- Dengan pendirian kelas proletar dan melawan ideologi kelas non proletar yang ada dalam diri sendiri.
- Secara ilmiah dan melaksanakannya di dalam praktek.
- Menarik pengalaman dari pelaksanaan praktek dan menyimpulkan hasil praktek itu.
- Menangkap pengertian dan menggenggam semangat revolusionernya serta harus selalu me- menuntut adanya perubahan dengan membangun yang baru dan lebih maju.
BAB II
MATERIALISME DIALEKTIK
1. Monisme dan Dualisme:
Monisme adalah suatu sistem pandangan filsafat yang bertitik tolak dari satu dasar pan-dangan, yaitu dari materi atau dari ide. Sedangkan Dualisme adalah suatu sistem pandangan fil-safat yang bertitik tolak dari dua dasar pandangan, yaitu dari materi dan ide sekaligus.
Dengan begitu, filsafat materialisme dan idealisme walau pandangannya bertitik tolak dari dasar yang bertentangan, tapi sistem pandangannya itu sama, yaitu monisme. Jadi sistem pandangan filsafat materialisme dan idealisme adalah sama-sama monois. Artinya, pandang-annya sama-sama bertitik tolak dari hanya satu dasar, yaitu dari dasar materi atau dari dasar ide. Bedanya, dari sistem pandangan monoisme filsafat materialisme bertitik tolak dari dasar materi. Sebaliknya, sistem pandangan monoisme filsafat idealisme bertitik tolak dari dasar ide.
2. Materialisme, idealisme dan dualisme:
a. Materialisme:
Materialisme adalah satu aliran filsafat yang pandangannya bertitik tolak dari materi. Materialisme memandang bahwa materi itu adalah primer, sedangkan ide ditempatkan sebagai sekundernya. Sebab materi itu timbul atau ada lebih dulu, kemudian baru ide.
Pandangan materialisme itu berdasarkan atas kenyataan menurut proses waktu dan zat. Artinya,
- Menurut proses waktu: Lama sebelum manusia yang bisa mempunyai ide itu ada atau lahir di dunia, dunia dan alam atau materi ini sudah ada lebih dahulu.
- Menurut proses zat: Manusia ini tidak bisa berpikir atau tidak bisa mempunyai ide tanpa ada atau tanpa mempunyai otak. Dan otak itu adalah suatu materi. Otak itu adalah materi, tapi materi atau benda yang berpikir. Otak atau materi ini yang lebih dulu ada, baru kemudian bisa timbul ide atau pikiran pada kepala manusia.
b. Idealisme:
Idealisme adalah suatu aliran filsafat yang pandangannya bertitik tolak dari ide (gagas-an). Idealisme memandang ide itu primer kedudukannya, sedang materei sekunder. Ide itu timbul atau ada lebih dahulu, baru kemudian materi. Segala sesuatu yang ada ini timbul sebagai hasil yang diciptakan oleh ide atau pikiran, karena ide atau pikiran itu timbul lebih dahulu, baru kemudi-an sesuatu itu ada.
Terhadap adanya pandangan yang demikian itu, Lenin dengan tajam mengkritik idealis-me sebagai filsafat yang tanpa otak.
c. Dualisme:
Dualisme adalah suatu aliran filsafat yang pandangannya bertitik tolak dari materi dan ide sekaligus. Dualisme memandang bahwa materi dan ide itu sama-sama primernya. Tidak ada yang sekunder. Kedua-duanya timbul dan ada persamaan. Materi itu ada karena ada ide atau pi-kiran. Juga sebaliknya, ide atau pikiran itu ada karena ada materi. Tapi pada hakekatnya, pan-dangan dualisme yang demikian itu juga idealis, karena pandangan seperti itu tidak lain hanya pada ide, dan tidak ada dalam kenyataan.
Dengan begitu, Filsafat materialisme adalah filsafat yang obyektif. Sebaliknya, filsafat idealisme adalah filsafat yang subyektif karena pandangannya bertitik tolak dari ide atau pikiran.
3. Aliran Materialisme dan idealisme:
a. Aliran Materialisme
Filsafat materialisme mempunyai banyak macam aliran. Dari banyak macam aliran mate-rialisme itu terdapat tiga aliran yang besar dan pokok, yaitu materialisme mekanik, materialisme metafisik dan materialisme dialektik. Ketiga aliran filsafat itu mempunyai perbedaan-perbedaan antara yang satu dengan yang lain, dan bahkan juga terdapat saling pertentangannya.
- Materialisme mekanik:
Materialisme mekanik adalah suatu aliran filsafat yang pandangannya materialis, se-dangkan metodenya mekanis. Ajaran materialisme mekanik ialah bahwa materi itu selalu dalam keadaan gerak atau berubah. Geraknya itu adalah gerak yang mekanis, artinya gerak yang yang tetap begitu saja selamanya seperti yang telah terjadi, atau gerak yang berulang-ulang seperti geraknya mesin yang tanpa perkembangan atau peningkatan.
- Materialisme metafisik:
Materialisme metafisik adalah suatu aliran filsafat yang pandangannya materialis, se-dangkan metodenya metafisis. Ajaran materialisme metafisik mengajarkan bahwa materi itu sela-lu dalam keadaan diam, tetap, tidak berubah selamanya. Tapi seandainya materi itu berubah, maka perubahan itu terjadi karena faktor luar atau karena kekuatan dari luar. Gerak materi itu gerak ekstern atau disebut gerak luar. Selanjutnya materi itu dalam keadaan yang terpisah-pisah, tidak mempunyai dan tidak ada saling hubungan antara yang satu dengan yang lain.
- Materialisme dialektik:
Materialisme dialektik adalah suatu aliran filsafat yang pandangannya materialis, sedangkan metodenya dialektis. Ajaran materialisme dialektik mengajarkan bahwa materi itu selalu saling punya hubungan, saling mempengaruhi, dan saling bergantung antara yang satu dengan yang lain. Bukannya saling terpisah-pisah atau berdiri sendiri. Materi itu juga selalu dalam keadaan gerak, berubah dan berkembang. Bukannya selalu diam, tetap atau tidak beru-bah.
Selanjutnya, gerak materi itu merupakan gerak intern, yaitu gerak atau berubah karena dari faktor dalamnya atau karena kekuatan dari dalamnya sendiri. Bukannya gerak ekstern, yaitu gerak atau berubah karena faktor atau karena kekuatan dari luar.
Kemudian gerak materi itu secara dialektis, yaitu gerak atau berubah menuju ke ting-katnya yang lebih tinggi dan lebih maju seperti spiral. Bukannya gerak mekanis.
Adapun yang disebut "diam", itu hanya tampaknya atau bentuknya. Sebab, hakekat dari gejala yang tampaknya atau bentuknya "diam" itu, isinya tetap gerak. Jadi, "diam" itu juga satu bentuk gerak.
b. Aliran Idealisme
Filsafat idealisme mempunyai dua aliran, yaitu aliran idealisme obyektif dan idealisme subjektif.
- Idealisme obyektif:
Idealisme obyektif adalah suatu aliran filsafat yang pandangannya idealis, dan ideal-ismenya itu bertitik-tolak dari ide universil, ide di luar ide manusia. Menurut idealisme obyektif, se-gala sesuatu yang timbul dan terjadi, baik dalam alam maupun dalam masyarakat, adalah hasil atau karena diciptakan oleh ide universil.
- Idealisme subjektif:
Idealisme subjektif adalah suatu aliran filsafat yang pandangannya idealis, dan pan-dangan idealismenya itu bertitik-tolak dari ide manusia atau idenya sendiri. Menurut idealisme subjektif, segala sesuatu yang timbul dan terjadi - baik dalam alam maupun dalam masyarakat - adalah karena hasil atau karena ciptaan oleh ide manusia atau oleh idenya sendiri.
4. Materi dan Ide
a. Materi
Materi mempunyai arti yang berbeda, yaitu antara arti menurut pengertian filsafat dan arti menurut pengertian ilmu alam. Arti materi menurut pengertian filsafat adalah luas, sedangkan arti menurut pengertian ilmu alam adalah terbatas.
Dalam arti menurut filsafat, materi adalah segala sesuatu yang ada secara obyektif, ada di luar ide atau di luar kemauan manusia. Materi adalah segala sesuatu yang bisa disentuh dan bisa ditangkap oleh indera manusia, serta bisa menimbulkan ide-ide tertentu. Adapun dalam arti menurut pengertian ilmu alam, materi adalah segala sesuatu yang mempunyai susunan atau yang tersusun secara organis, atau yang berarti disebut dengan benda.
Dengan begitu, pengertian filsafat tentang materi berarti sudah mencakup pula dengan pengertian materi menurut ilmu alam.
Materi mempunyai peranan menentukan ide dan perkembangannya. Materi bisa menim-bulkan ide atau mendorong timbulnya ide. Suatu ide timbul sesudah lebih dulu suatu materi tim-bul dan ditangkap oleh indera. Adalah jelas, bahwa materi yang bernama otak yang "mempro-duksi" ide.
b. Ide (Gagasan):
Ide (Gagasan) adalah cermin dari materi atau merupakan bentuk lain dari materi. Tetapi, ide itu tidak mesti persis sama seperti materi yang dicerminkan. Ide selalu berada di atas atau di depan materi. Ide bisa menjangkau jauh di depan materi. Namun, ide tetap tidak bisa lepas dari materi.
Materi dan ide adalah dua bentuk lain dari gejala yang satu dan sama. Materi menentu-kan ide, sedangkan ide mempunyai pengaruh terhadap perkembangan materi. Jadi ide juga mempunyai peranan aktif, tidak pasif seperti cermin biasa.
5. Gerak
Gerak adalah suatu eksistensi dari adanya materi atau suatu pernyataan dari adanya materi. Ini berarti bahwa sesuatu yang bergerak adalah selalu materi. Tidak ada gerak tanpa ma-teri, atau tidak ada gerak yang bukan materi. Ini sama halnya bahwa tidak ada materi tanpa gerak.
Segala sesuatu itu selalu bergerak, berubah dan berkembang. Tidak ada sesuatu yang tetap, kecuali gerak itu sendiri. Artinya bahwa segala sesuatu itu tetap dalam keadaan gerak. Bahwa gerak itu tetap berlangsung terus selamanya bagi segala sesuatu.
Gerak mempunyai dua bentuk utama, yaitu gerak mekanis dan gerak dialektis.
- Gerak mekanis:
Gerak mekanis adalah gerak atau perubahan yang bersifat berulang-ulang, yang tetap dalam lingkungannya yang lama, dan tidak akan menuju atau mencapai perubahan yang bersifat kualitatif atau yang bersifat lebih tinggi dan lebih maju.
Gerak mekanis adalah gerak yang bersifat kuantitatif, gerak yang begitu saja terus menerus, berulang-ulang seperti bergeraknya sebuah mesin.
- Gerak dialektis:
Gerak dialektis adalah gerak atau perubahan yang bersifat meningkat (progresif), dari tingkatannya yang rendah menuju ke tingkatannya yang lebih tinggi sampai mencapai kualitas yang baru.
Gerak atau perubahan dialektis dari tingkatannya yang rendah menuju ke tingkatannya yang tinggi sampai mencapai kualitas yang baru, itu tampaknya juga seperti mengulangi dalam bentuknya pada tingkat yang rendah. Tapi bentuk yang baru itu sudah dalam keadaan kualitas yang lebih tinggi. Jadi tidak mengulangi kembali seperti semula dalam bentuk pada tingkatannya yang lama. Arah gerak perubahan dialektis adalah seperti spiral.
- "Diam":
"Diam" itu juga merupakan suatu bentuk gerak. Sifatnya sangat relatif atau sangat sementara sekali. Artinya bentuk "diam" itu hanya bersifat sangat sementara karena di dalam yang "diam" itu juga terdapat proses gerak dari kekuatan-kekuatan yang berkontradisi dan sa-ling mendorong yang ketika itu sedang bertemu pada suatu titik. kekuatan-kekuatan itu sama kuatnya sehingga salah satunya tidak ada yang tergeserkan dari titik bertemunya. Keadaan itulah yang menampakkan gejala seolah-olah sesuatu itu dalam keadaan "diam".
Tapi keadaan "diam" itu sangat relatif atau sangat sementara karena dua kekuatan yang saling berkontradiksi dan saling mendorong itu pada saat dan akhirnya pasti akan segera ada yang terdesak dan tergeser dari tempatnya. pada saat terjadinya pergeseran itulah akan tampak dengan nyata gejala gerak atau perubahan
Kecuali itu, keadaan yang tampaknya diam juga bisa terjadi karena proses perubahan sesuatu belum sampai pada pengubahan kualitas atau pengubahan bentuknya yang lama, masih bersifat pada pengubahan secara kuantitas sehingga belum mampu menunjukkan gejala-gejala perubahannya.
Keadaan yang itu pula yang menampakkan gejala seolah-olah sesuatu itu dalam kea-daan "diam", tetapi sebenarnya di dalam sesuatu yang tampaknya "diam" itu terus berlangsug proses gerak atau proses perubahan. Maka dalam waktu yang sangat relatif atau sangat sementara bila proses gerak atau proses perubahan itu sudah sampai pada pengubahan kualitas, gejala gerak atau perubahan sesuatu itu akan tampak dengan jelas.
Gerak atau perubahan itu sendiri karena dari adanya faktor internal atau karena adanya kekuatan-kekuatan yang mendorongnya di dalamnya, di dalam materi itu sendiri.
Gerak materi adalah gerak intern. Faktor atau kekuatan intern dari materi itu sendiri yang akan menentukan gerak atau perubahannya. Sedangkan faktor luar atau kekuatan-kekuatan yang mendorong dari luar adalah faktor atau kekuatan-kekuatan yang mempunyai pengaruh terhadap keadaan intern suatu materi. Peranan dari faktor atau kekuatan luar itu bisa meng-hambat atau mempercepat, bahkan bisa juga menentukan gerak atau perubahan suatu materi. Tapi, bagaimana pun juga pengaruh faktor luar atau kekuatan itu, pada akhirnya yang paling menentukan adalah faktor intern dari materi itu sendiri.
6. Materi, Ruang dan Waktu
Materi, Ruang dan Waktu adalah merupakan hal yang selalu saling hubungan dan tidak terpisahkan. Materi selalu berada dalam ruang dan berkembang menurut waktu. Tidak ada materi tanpa atau berada di luar ruang, juga tidak ada materi berkembang tanpa waktu. Materi di dalam ruang, menyebabkan materi mempunyai saling hubungan antara yang satu dengan yang lain. Sedang materi di dalam waktu, membuat materi itu bisa menjadi berkembang.
Ruang adalah sesuatu yang mempunyai luas dan isi materi. Tidak ada ruang yang kosong tanpa materi, dan ruang mempunyai hubungan antara yang satu dengan yang lain. Ada-pun sifat hubungan itu adalah horisontal atau mendatar. Karena itu ruang dapat dicapai secara berulang dan lebih dari satu kali. Ruang menempatkan materi yang ada di dalamnya untuk ber-kembang sesuai dengan luas ruang itu.
Waktu adalah detik-detik yang terus bersambung tanpa ada berhentinya. Detik-detik yang terus bersambung itu, hubungannya adalah bersifat vertikal atau bersusun. Karena itu detik-detik atau waktu tidak bisa dicapai secara berulang-ulang lebih dari satu kali. Sebab waktu terus berjalan maju, terus berlalu tanpa berhenti dan tidak kembalai pada detik-detik yang telah lewat. Maka, waktu menempatkan materi untuk berkembang mengikuti jalannya waktu yang terus maju. Waktu terus-menerus mendorong materi untuk berkembang lebih maju secara historis, bersusun tingkat demi tingkat, fase demi fase dalam proses yang terus berlangsung.
Demikian materi, ruang dan waktu mempunyai saling hubungan yang erat dan konden, yang sama sekali tidak terpisahkan antara yang satu dengan yang lain. Materi berada dan berkembang dalam ruang dan waktu. Materi berkembang dalam ukuran luas ruang dan maju menurut tingkatan waktu.
7. Saling Hubungan
Saling hubungan ini dalam arti hubungan yang konkrit dan mempunyai saling pengaruh antara materi yang satu dengan yang lain. Hubungan yang wajar, bukan hubungan yang abstrak dan diada-adakan atau direka-reka. Saling hubungan yang demikian itu ada empat macam, yaitu saling hubungan organik, saling hubungan menentukan, saling hubungan pokok, serta saling hubungan keharusan dan kebetulan.
a. Saling hubungan organik:
Saling hubungan organik adalah saling hubungan yang mempunyai saling pengaruh antara yang satu dengan yang lain. Saling hubungan dalam rangka kesatuan organik. Saling hu-bungan yang tersusun dan saling terikat.
b. Saling hubungan yang menentukan:
Saling hubungan yang menentukan adalah saling hubungan yang hakiki, yang menen-tukan adanya sesuatu, atau saling hubungan hakekat dari adanya sesuatu dan yang juga meru-pakan hakekat sesuatu itu sendiri.
c. Saling hubungan pokok:
Saling hubungan pokok adalah saling hubungan yang menjadi poros dan memimpin semua saling hubungan yang lain, atau saling hubungan yang paling mempengaruhi saling hu-bungan-saling hubungan yang lain, dan juga paling mempengaruhi perkembangan sesuatu yang mengandungnya.
d. Saling hubungan keharusan dan kebetulan :
Saling hubungan keharusan adalah saling hubungan yang pasti dan harus terjadi atau harus ada, atau saling hubungan yang tidak bisa ditiadakan dan tidak bisa dihindari. Adapun sa-ling hubungan kebetulan adalah saling hubungan yang tidak tentu terjadi didalam saling hu-bungan yang organis. Tapi bila saling hubungan itu terjadi, akan mempunyai pengaruh terhadap saling hubungan yang organis itu.
BAB III
DIALEKTIKA MATERIALIS
Inti dari permasalahan dialektika adalah masalah saling hubungan dari segala sesuatu, serta masalah gerak atau masalah perubahan dan perkembangan segala sesuatu itu. Dalam ma-salah gerak, Dialektika Materialis mempersoalkan dan mempunyai tiga asas gerak, yaitu: Kontra-diksi, Perubahan Kuantitatif ke Kualitatif, dan Negasi dari Negasi.
1. Kontradiksi :
a. Arti dan peranan kontradiksi
Kontradiksi adalah pertentangan atau perbedaan. Kontradiksi ini mempunyai sifat umum dan khusus, atau mempunyai sifat keumuman dan kekhususan.
- Keumuman kontradiksi :
Kontradiksi itu ada dimana-mana dan dalam seluruh waktu. Terdapat di segala sesuatu, di mana pun dan kapan pun selalu dan pasti mengandung kontradiksi. Kontradiksi itu terjadi dan berlangsung terus menerus melalui proses awal dan akhir. Artinya, kontradiksi itu pasti mempu-nyai awal dan juga mempunyai akhir. Ada awal kontradiksi dan ada akhir kontradiksi. Dan sesudah kontradiksi itu berakhir, pasti disusul atau timbul lagi kontradiksi baru yang juga mempunyai awal dan kemudian juga akan berakhir pula.
Begitu terus menerus, kontradiksi itu tidak akan ada putus-putusnya. Berakhir yang satu, berawal yang baru. Selesai yang satu, timbul yang baru.
- Kekhususan kontradiksi :
Kontradiksi itu berbeda-beda menurut adanya didalam sesuatu hal yang berbeda-beda pula. Artinya, karena hal yang satu berbeda dengan hal yang lain,maka hal yang ada atau yang dikandung didalam dalam hal yang berbeda itu, juga berbeda.
Kontradiksi itu tidak hanya berbeda menurut halnya yang berbeda, tetapi juga berbeda-beda menurut tingkat-tingkat perkembangan di dalam satu hal itu. Artinya karena tingkat-tingkat perkembangan di dalam satu hal itu berbeda-beda, maka kontradiksi yang berlangsung pada tingkat perkembangan tertentu, juga berbeda dengan kontradiksi pada tingkat perkembangannya yang lain.
b. Macam Kontradiksi
Kontradiksi yang ada di dalam sesuatu itu tidak hanya satu, tetapi lebih dari satu atau banyak. Dan kontradiksi yang banyak itu tidak semua sama kedudukannya, juga tidak semua sama pe-ranannya, sifatnya dan wataknya.
Ada tiga macam kontradiksi, yaitu: Kontradiksi pokok, Kontradiksi dasar, dan Kontradiksi antagonis.
- Kontradiksi pokok:
Kontradiksi pokok adalah kontradiksi yang menjadi poros, yang memimpin dan menentu-kan adanya kontradiksi-kontradiksi yang lain yang tidak pokok. Kontradiksi pokok itu di dalam pe-nyelesaiannya harus diutamakan. Sedangkan kontradiksi tidak pokok adalah kontradiksi yang muncul ditentukan oleh kontradiksi pokok, dan perkembangannya dipimpin dan tunduk kepada kontradiksi pokok itu.
- Kontradiksi dasar:
Kontradiksi dasar adalah kontradiksi yang kepentingannya sama sekali bertentangan antara yang satu dengan yang lain dan tidak bisa dikompromikan (baca: tidak bisa didamaikan). Kontradiksi dasar juga merupakan kontradiksi yang menentukan adanya sesuatu dan menentu-kan bentuk dari sesuatu itu.
- Kontradiksi antagonis:
Kontradiksi antagonis mempunyai dua pengertian, yaitu antagonis dalam artian wataknya atau disebut dengan kontradiksi yang berwatak antagonis dan antagonis dalam artian bentuknya atau disebut dengan kontradiksi yang berbentuk antagonis..
Kontradiksi antagonis dalam artian wataknya atau kontradiksi yang berwatak antagonis adalah kontradiksi yang kepentingannya sama sekali bertentangan antara yang satu dengan yang lain dan tidak bisa didamaikan, serta mengandung saling menghancurkan dengan unsur-unsur kekerasan dalam penyelesaiannya.
Kontradiksi antagonis dalam artian bentuknya atau kontradiksi yang berbentuk antagonis adalah kontradiksi yang penyelesaiannya mengambil bentuk kekerasan, walau watak kontra-diksinya sendiri tidak antagonistis.
Ketiga macam kontradiksi itu mempunyai saling hubungan, meskipun tidak tentu satu kontradiksi mengandung ketiga macam kontradiksi itu sekaligus. Artinya, kontradiksi pokok tidak tentu kontradiksi dasar, dan juga tidak tentu kontradiksi yang berwatak antagonis. Akan tetapi, kontradiksi dasar, salah satu tentu menduduki dan menjadi sebagai kontradiksi pokoknya. Kontradiksi dasar itu sendiri tidak tentu kontradiksi yang antagonis, baik antagonis dalam artian wataknya maupun antagonis dalam artian bentuknya. Sedang kontradiksi yang antagonis dalam artian wataknya yang antagonis, tentu saja mengandung kontradiksi dasar. Dan kontradiksi yang berwatak antagonis itu tentu menduduki serta menjadi sebagai kontradiksi pokok.
c. Segi-segi kontradiksi
Setiap kontradiksi di dalam sesuatu hal, tentu mengandung segi-segi yang berkontra-diksi, atau di dalam setiap hal tentu mengandung segi-segi yang berkontradiksi.
Hakekat dari hukum kontradiksi adalah hukum persatuan dan perjuangan dari segi-segi yang bertentangan, dan hakekat dari belajar tentang dialektika adalah belajar tentang hukum kontradiksi tersebut.
Segi-segi yang berkontradiksi selalu mempunyai kedudukan dan peranan yang berbeda antara yang satu dengan yang lain, yaitu sbb:
- Segi pokok dan segi tidak pokok
Segi pokok adalah segi yang memimpin segi yang lain yang tidak pokok. Segi tidak pokok tunduk kepada segi pokok. Sebab, segi pokok merupakan segi yang menuntut bahwa permasalahannya segera untuk diselesaikan atau dipenuhi, dan merupakan segi yang membawa arah jalannya segi yang lain yang tidak pokok.
- Segi berdominasi dan segi tidak berdominasi
Segi berdominasi adalah segi yang menentukan kualitas sesuatu. Di dalam masyarakat, segi yang berdominasi berarti segi yang berkuasa, dan juga berarti segi yang menentukan kualitas masyarakat itu. Sedangkan segi yang tidak berdominasi adalah segi yang tidak menentukan kualitas. Di dalam masyarakat, segi yang tidak berdominasi berarti segi yang tidak berkuasa atau segi yang dikuasai.
- Segi berhari depan dan segi tidak berhari depan
Segi berhari depan adalah segi yang akan atau yang sedang berkembang, segi yang masih akan terus ada atau akan terus hidup di dalam perubahan atau di dalam tingkat perkem-bangan kualitas yang baru dan kelanjutannya. Sedangkan segi tidak berhari depan adalah segi yang akan layu atau yang sedang melayu, segi yang adanya atau hidupnya hanya terbatas di dalam kualitas yang lama dan tidak akan ada lagi di dalam perubahan atau di dalam tingkat per-kembangan kualitas yang baru atau kelanjutannya.
- Segi berhegemoni dan segi tidak berhegemoni
Segi berhegemoni adalah segi di dalam gejala sosial atau di dalam masyarakat. Segi berhegemoni hanya di dalam kategori revolusi. Dalam hal revolusi itu, segi berhegemoni adalah segi yang memimpin, segi yang membawa dan menentukan arah perkembangan revolusi.
Segi berhegemoni mempunyai syarat dan menampakkan ciri-cirinya, yaitu sbb:
- Mempunyai program perjuangan kelas yang bisa diterima oleh seluruh nasion atau diterima
secara nasional.
- Menjadi teladan di dalam melaksanakan program-program perjuangan kelas-nya yang sudah
diterima secara nasional oleh seluruh nasion itu.
- Mempunyai kekuatan yang cukup untuk melaksanakan kepemimpinannya.
- Mampu menggalang persatuan dan kekuatan nasional (front atau aliansi).
Keempat macam kedudukan dan peranan segi-segi yang berkontradiksi itu terdapat sa-ling hubungan, tapi tidak berarti bahwa satu segi kontradiksi tentu menempati atau mempunyai tempat kedudukan dan peranan itu secara sekaligus. Sebagaimana halnya segi pokok tidak tentu secara sekaligus sebagai segi yang berdominasi maupun segi yang berhari-depan. Di dalam kategori revolusi atau di dalam gejala sosial, segi pokok pada hakekatnya adalah segi yang ber-hegemoni.
Segi berdominasi tidak tentu segi pokok dan juga tidak tentu segi berhari-depan. Di dalam kategori revolusi atau di dalam gejala sosial, segi berdominasi tidak tentu segi yang ber-hegemoni.
Segi berhari-depan tidak tentu segi pokok, dan juga tidak tentu segi berdominasi. Di da-lam kategori revolusi atau di dalam gejala sosial, segi berhari-depan tidak tentu segi berhe-gemoni. Tapi segi berhari-depan itu pada tingkat menjelang perubahan kualitas lama ke kualitas baru, pasti menduduki atau menjadi segi pokok. Di dalam kategori revolusi atau di dalam gejala sosial, segi berhari-depan itu pada tingkat menjelang kemenangan revolusi dalam proses peruba-han masyarakat lama ke masyarakat baru, pasti menduduki atau menjadi segi berdominasi. Dan di dalam kategori revolusi atau di dalam gejala sosial, segi berhari-depan di dalam masyarakat baru pasti menduduki atau menjadi segi yang berkuasa.
Segi berhegemoni pasti segi pokok. Tapi segi berhegemoni tidak tentu segi berhari-de-pan dan juga tidak tentu segi berdominasi atau segi yang berkuasa. Hanya pada tingkat menje-lang kepastian kemenangan revolusi, dalam proses perubahan masyarakat lama ke masyarakat baru, segi yang berhegemoni pasti juga sebagai segi berdominasi atau segi yang berkuasa.
d. Hukum Mutasi
Hukum mutasi atau hukum perpindahan adalah suatu hukum yang berlaku di dalam pro-ses kontradiksi. Artinya, kedudukan dan peranan satu kontradiksi atau segi kontradiksi bisa ber-mutasi. Kontradiksi pokok bisa berubah menjadi kontradiksi tidak pokok. Sebaliknya, kontradiksi tidak pokok bisa berubah menjadi kontradiksi pokok. Kontradiksi berbentuk antagonis bisa beru-bah menjadi kontradiksi tidak berbentuk antagonis, sebaliknya kontradiksi tidak berbentuk anta-gonis bisa berubah menjadi kontradiksi berbentuk antagonis.
Tetapi, hukum mutasi itu tidak berlangsung pada kontradiksi dasar dan pada kontradiksi yang berwatak antagonis. Artinya, kontradiksi dasar dan kontradiksi yang berwatak antagonis akan tetap atau tidak akan berubah. Kontradiksi dasar akan tetap sebagai kontradiksi dasar, dan tidak akan berubah menjadi kontradiksi tidak dasar. Sebaliknya, kontradiksi tidak dasar juga akan tetap dan tidak akan berubah menjadi sebagai kontradiksi dasar. Selanjutnya, kontradiksi yang berwatak antagonis akan tetap, tidak akan berubah menjadi kontradiksi yang tidak berwatak antagonis. Begitu sebalinya, kontradiksi yang tidak berwatak antagonis juga akan tetap tidak ber-ubah menjadi kontradiksi berwatak antagonis. Kedua kontradiksi itu, yaitu kontradiksi dasar dan kontradiksi berwatak antagonis yang akan tetap pada kedudukannya, tidak akan berubah, namun dalam proses perkembangan akhirnya tentu akan hancur salah satunya. Kehancuran itu terjadi pada menjelang dan menyebabkan berubahnya suatu kualitas atau masyarakat, serta berarti tim-bulnya kualitas baru atau lahirnya masyarakat baru.
Hukum mutasi itu juga berjalan pada segi-segi yang berkontradiksi, yaitu segi pokok bisa berubah menjadi segi tidak pokok. Sebaliknya, segi tidak pokok bisa berubah menjadi segi po-kok. Segi berdominasi bisa berubah menjadi segi tidak berdominasi. Sebaliknya, segi yang tidak berdominasi bisa berubah menjadi segi yang berdominasi. Di dalam masyarakat, segi yang ber-kuasa bisa berubah menjadi segi yang tidak berkuasa. Sebaliknya, segi yang tidak berkuasa bisa berubah menjadi segi yang berkuasa. Segi berhegemoni bisa berubah menjadi segi yang tidak berhegemoni. Sebaliknya, segi yang tidak berhegemoni bisa berubah menjadi segi yang ber-hegemoni.
Tetapi hukum mutasi tidak akan berlangsung pada segi berhari-depan. Segi berhari-de-pan akan tetap sebagai segi berhari-depan, tidak akan mengalami perpindahan atau akan beru-bah menjadi segi tidak berhari-depan selama dalam periode kualitas lama atau dalam periode masyarakat lama. Walau mungkin, sesudah dalam kualitas baru atau dalam masyarakat baru, segi berhari-depan dari kualitas lama atau masyarakat lama itu bisa bermutasi atau berubah menjadi segi tidak berhari-depan. Tetapi, mutasi atau perubahan itu baru terjadi sesudah dalam kualitas baru atau dalam masyarakat baru, dan tidak akan terjadi selama dalam satu periode kualitas lama atau masyarakat lama.
2. Perubahan Kuantitatif ke Perubahan Kualitatif:
a. Arti kuantitas dan kualitas
Kuantitas adalah jumlah. Jumlah dalam artian luas yang meliputi bilangan, susunan, sa-ling hubungan dan komposisi. Kuantitas menentukan kualitas sesuatu. Sedangkan kualitas ada-lah hakekat sesuatu, yang membedakan sesuatu itu dari yang lain.
b. Perubahan kuantitas ke perubahan kualitas
Perubahan kuantitas adalah perubahan yang masih dalam kualitas lama atau masih dalam bentuknya yang lama, perubahan yang bersifat kuantitatif, perubahan evolusioner yang menyiapkan dan menuju ke arah perubahan kualitatif.
Perubahan kuantitas itu akan mencapai perubahan kualitas hanya sesudah mencapai titik batas tertentu, yaitu titik batas tertinggi atau terendah, atau titik batas maksimum atau mini-mum dari syarat bagi berubahnya suatu kualitas. Perubahan kuantitas semata-mata yang tidak sampai mencapai titik batas, tidak akan merubah kualitas lama dan kurang ada artinya bagi suatu perkembangan. Adapun perubahan kualitas adalah perubahan kuantitas dan menghancurkan kualitas lama.
Perubahan kualitas itu merupakan dan melalui proses loncatan dari kualitas lama ke kua-litas baru. Perubahan kualitas itu tentu melalui proses perubahan kuantitas. Tanpa adanya peru-bahan kuantitas lebih dahulu tentu saja tidak akan ada dan tidak akan terjadi perubahan kualitas. Selanjutnya, kualitas baru yang mengakhiri perubahan-perubahan kuantitas lama itu menimbul-kan lagi kuantitas-kuantitas baru. Dan perubahan kuantitas-kuantitas baru itu juga menyiapkan lagi perubahan kualitas baru. Begitu seterusnya.
Perubahan kuantitas dan kualitas selalu saling hubungan sangat erat yang tidak bisa dipisah-pisahkan antara yang satu dengan yang lain, karena kedua-duanya saling jalin menjalin.
3. Negasi dari negasi:
Negasi berarti tiada atau meniadakan. Negasi dari negasi berarti proses meniadakan yang meni-adakan. Hukum negasi dari negasi adalah hukum arah gerak atau arah perubahan dan perkem-bangan sesuatu. Hukum itu adalah, bahwa gerak atau perubahan dan perkembangan segala se-suatu, arahnya tentu menuju ke-bentuk-nya yang "lama" atau ke-asal-nya semula, tetapi dengan isi atau dengan kualitasnya yang baru. Selama gerak atau perubahan dan perkembangan sesu-atu itu belum sampai mencapai bentuknya yang "lama" atau belum "kembali ke asalnya semula", maka berarti gerak atau perubahan dan perkembangan itu masih dalam proses perjalanannya.
Hukum negasi dari negasi adalah hukum, bahwa gerak atau perubahan dan perkem-bangan segala sesuatu tentu akan menegasi yang menegasi atau akan meniadakan yang menia-dakan. Bahwa yang menegasi tentu akan dinegasi atau yang meniadakan tentu akan ditiadakan. Selama yang menegasi belum dinegasi atau yang meniadakan tentu akan ditiadakan. Selama yang menegasi belum dinegasi atau yang meniadakan belum ditiadakan, maka berarti gerak atau perubahan dan perkembangan sesuatu itu masih belum selesai, belum berakhir, dan masih da-lam proses perjalanan. Gerak atau perubahan dan perkembangan sesuatu itu baru akan "sele-sai" atau akan "berakhir" hanya apabila yang menegasi sudah dinegasi, atau yang meniadakan sudah ditiadakan. Dengan begitu berarti gerak atau perubahan dan perkembangan itu sudah sampai "kembali" pada bentukya yang "lama" atau pada "asalnya semula".
Titik mula proses dari suatu gerak atau perubahan dan perkembangan dimulai dari bentuk dan isinya yang asal itu dinegasi atau ditiadakan oleh bentuk dan isi yang baru. Dari dinegasi atau ditiadakannya bentuk dan isi yang asal oleh bentuk dan isi yang baru, mulailah suatu gerak spiral yang menuju ke arah "kembali" ke bentuk dan isinya yang asal. Dan itu yang dinyatakan bahwa selama gerak atau perubahan dan perkembangan itu belum sampai "kembali" pada bentuk dan isinya yang "asal", maka berarti bahwa gerak atau perubahan dan perkem-bangan itu masih belum berakhir, belum selesai dan masih dalam perjalanannya.
Negasi atau peniadaan bentuk dan isi yang asal oleh bentuk dan isi yang baru itu meru-pakan negasi atau peniadaan yang pertama dalam suatu proses gerak spiral. kemudian bentuk dan isi yang baru, yang telah menegasi atau telah meniadakan bentuk dan isi yang asal itu, pada akhirnya tentu akan dinegasi atau akan ditiadakan juga oleh bentuk dan isi yang "lama yang asal" tapi dalam kwalitetnya yang baru, yang maju. Negasi atau peniadaan itu, yaitu negasi atau penia-daan oleh bentuk dan isi yang "asal " terhadap bentuk dan isi yang telah pernah menegasi atau meniadakannya itu, adalah merupakan negasi atau peniadaan yang kedua dalam suatu proses gerak spiral.
Berlangsungnya suatu negasi atau peniadaan yang pertama, kemudian diakhiri oleh ne-gasi atau peniadan yang kedua itu yang disebut sebagai hukum negasi dari negasi atau hukum meniadakan yang meniadakan. Berdasarkan hukum itu, maka yang menegasi tentu akan dine-gasi atau yang meniadakan tentu akan ditiadakan, dan "kembali"-lah gerak atau perubahan dan perkembangan sesuatu kepada bentuk dan isinya yang "lama" atau yang "asal" tapi dalam kuali-tasnya yang baru, yang lebih tinggi dan lebih maju dari yang awal mulanya.
Demikian hukum arah gerak atau arah perubahan dan perkembangan secara spiral dari segala sesuatu.
BAB IV
EPISTEMOLOGI MATERIALIS
Epistemologi adalah teori tentang pengetahuan, yakni tentang asal dan lahirnya pengetahuan serta peranan dan perkembangan pengetahuan.
1. Asal dan Lahirnya Pengetahuan
a. Asal Pengetahuan:
Pengetahuan adalah berasal dari praktek, baik praktek langsung maupun praktek tidak langsung. Praktek langsung adalah praktek atau pengalaman sendiri. sedangkan praktek tidak langsung adalah praktek atau pengalaman orang lain. Praktek langsung menimbulkan pengeta-huan langsung, sedang praktek tidak langsung, menimbulkan pengetahuan yang tidak langsung. Dengan begitu, baik pengetahuan langsung maupun pengetahuan tidak langsung kedua-duanya berasal dari praktek.
Dari kedua pengetahuan itu, pengetahuan langsung lebih penting dari pengetahuan tidak langsung. Maka, praktek atau pengalaman langsung juga lebih penting dari pada ptraktek atau pengalaman tidak langsung.
Pengetahuan langsung itu bersifat terbatas katrena praktek langsung atau pengalaman sendiri juga terbatas. Sebaliknya, pengetahuan tidak langsung bersifat luas karena praktek tidak langsung atau pengalaman orang lain luas.
b. Lahirnya Pengetahuan:
Pengetahuan lahir melalui dua tingkat, yakni tingkat sensasi dan rasio. Pengetahuan tingkat sensasi atau sensasional adalah pengetahuan yang langsung yang ditangkap secara apa adanya dari praktek. Pengetahuan sensional bersifat kuantitatif dan sepotong-potong serta me-nyiapkan pengetahuan rasional. Karena itu, pengetahuan sensasional akan menjadi kurang ada gunanya bagi ilmu pengetahuan atau tidak bisa menjadi ilmu pengetahuan bila tidak ditingkatkan menjadi pengetahuan rasional. Pengetahuan sensasional yang tidak ditingkatkan menjadi pe-ngetahuan yang tidak rasional hanya akan menjadi pengetahuan biasa, pengetahuan tingkat rendah yang sederhana yang bersifat kuantitatif (kennis).
Adapun pengetahuan rasional adalah pengetahuan hasil penangkapan, hasil penelitian dan penangkapan, serta merupakan penyimpulan dari pengetahuan sensasional Dengan begitu, pengetahuan rasional adalah pengetahuan yang tidak langsung dari praktek, pengetahuan tingkat kedua sebagai peningkatan dan kelanjutan dari pengetahuan sensasional. Pengetahuan rasional bersifat luas dan kualitatif. Lengkap, tidak sepotong-potong. Bersifat kombinatif dan kon-klusif dari sejumlah pengetahuan sensasional yang sepotong-potong. Pengetahuan rasional me-rupakan perubahan kualitatif dari pengetahuan sensasional dan menjadi ilmu pengetahuan (wetenschap).
Tentang pengetahuan sensional dan pengetahuan rasional itu ada pandangan yang ekstrim dan salah dari kaum sensasionalis dan kaum rasionalis. Kaum sensasionalis meman-dang pengetahuan sensasional itu sebagai pengetahuan obyektif dan benar karena pengetahuan sensasional adalah pengetahuan yang lansung berasal dari praktek. Dengan begitu, pandangan kaum sensasionalis adalah pandangan yang sepotong-potong. Kaum sensasionalis tidak me-mandang sifat-sifat yang sempit, terbatas dan sepotong-potong dari pengetahuan sensasional. Mereka seperti tidak memandang bahwa segala sesuatu itu tidak hanya terdiri dari yang sepotong. Karena itu keobyektifan dan kebenaran sesuatu tidak bisa dipandang dari hanya sepotong itu. Sesuai dengan pandangannya, kaum sensasionalis memandang pengetahuan rasional sebagai pengetahuan yang tidak obyektif dan tidak benar, atau diragukan keobyektifan dan kebenarannya karena pengetahuan rasional adalah pengetahuan yang tidak langsung berasal dari praktek. Dan karena rasio itu bisa salah salah dalam menyimpulkan, maka penge-tahuan rasional sebagai pengetahuan hasil penyimpulan itu pun bisa salah.
Langganan:
Komentar (Atom)
SEMAUN
Selamanja saja hidoep, selamanja saja akan berichtiar menjerahkan djiwa saja goena keperloean ra'jat Boeat orang jang merasa perboetannja baik goena sesama manoesia, boeat orang seperti itoe, tiada ada maksoed takloek dan teroes TETAP menerangkan ichtiarnja mentjapai Maksoednja jaitoe HINDIA MERDIKA DAN SLAMAT SAMA RATA SAMA KAJA SEMOEA RA'JAT HINDIA (Semaoen, 24 Djoeli 1919)












